Kamis, 31 Maret 2011

Pendekatan Sosiologi Pendidikan

Sosiologi pendidikan sebagai disiplin ilmu pengetahuan yang mempelajari secara khusus tentang interaksi diantara individu-individu, interaksi antara kelompok, institusi-institusi sosial, proses sosial, relasi sosial, dimana di dalam dengannya manusia memperoleh dan mengorganisir pengalaman. Hal ini memerlukan suatu pendekatan untuk mewujudkan dan merealisasikan aktivitas sosiologi pendekatan. Menurut Abu Ahmadi, sosiologi pendidikan mempunyai pendekatan sosiologi, bukan pendekatan pendidikan, sedangkan psikologi pendidikan memiliki pendidikan psiko-pedagogis. Pendidikan psikologi masuk dalam ranah psikologi pendidikan. Pendekatan sosiologi sebagai pendekatan sosiologi pendidikan terdiri dari :
1). Pendekatan individu (the individu approach) 2). Pendekatan sosial (the social approach) 3). Pendekatan interaksi (the interaction approach) 4). Warisan kebudayaan (culture heritage)

2.1.1 Pendekatan Individu (The Individual Approach)
Istilah individu berasal dari bahasa latin individium yang berarti tidak terbagi. Dalam sosiologi, individu dipakai untuk menunjuk orang-orang atau manusia atau perorangan, yang berarti satu manusia, bukan kelompok manusia. Individu dibatasi oleh diri sendiri dan tidak terbagi, ibaratnya individu sebagai atom masyarakat, atom sosial. Masyarakat terdiri dari kumpulan individu-individu, sehingga gejala sosial diterangkan dengan gejala individu. Apabila kita dapat memahami tingkah laku individu satu persatu, seperti cara berfikir, perasaan, kemauan, perbuatan, sikap, dan ucapannya, maka akan dapat dimengerti keberadaan suatu masyarakat.
Menurut kajian keilmuan modern, manusia terdiri dari unsur biologis dan psikologis. Unsur biologis terdiri dari unsur daging, kulit, tulang, otot, darah, dan alat yang membentuk jasad. Pembentukan jasad individu berawal dari pertemuan zat ayah (laki-laki) yang disebut sperma dan zat ibu (perempuan) yang disebut ovum, dalam rahim yang membentuk janin (embrio) dan berkembang secara evolusif. Janin berkembang menjadi sempurna selama 9 bulan 10 hari dan lahir sebagai bayi. Dalam perkembangan, kehidupan bayi banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor makanan, baik yang mengandung vitamin maupun protein. Protein sangat mempengaruhi perkembangan intelegensi individu karena jaringan otak dan syarafnya sebagian besar berasal dari protein. Dengan demikian, semakin tercukupi protein individu, semakin berkembang otak dan syaraf-syarafnya. Intelegensi individu sebagai ukuran kecerdasannya. Semakin tinggi tingkat intelegensi individu, maka semakin pula tingkat kecerdasannya dan semakin rendah tingkat intelegensi individu, maka semakin bodi individu tersebut. Faktor kecerdasan dan faktor kebodohan sangat mempengaruhi perbuatan individu. Demikian pula faktor-faktor biologis yang lain, seperti hormon yang bekerja secara normal dalam berbagai indokrinon atau kelenjar-kelenjar buntu, di dalam tubuh manusia. Pada tubuh individu perempuan terdapat hormon genetalion, apabila sudah mulai bekerja normal, akan menimbulkan perubahan-perubahan jasmaniah, seperti tumbuh dan berkembangnya buah dada (glandulanmade) akan mempengaruhi tingkah lakunya seperti orang dewasa. Demikian pula perubahan badan yang terjadi pada jasad individu laki-laki, seperti tumbuh kumis, tumbuh jenggot, badan kekar, mimpi basah, dan sebagainya .
Dari segi psikologis, menurut Julian Huxley seorang Neo-Darwinisme yang sangat terkenal, menyebut manusia sebagai makhluk psycho-social (rohaniah-sosial). Artinya perilaku manusia bukan semata-mata dipengaruhi oleh perubahan secara fisik, tetapi juga dipengaruhi perubahan secara psikis sesuai dengan perkembangan psikis individu. Adalah Arnold Gessel yang telah melakukan eksperimen tentang tingkah laku anak-anak dalam klinik perkembangan anak pada Yale University. Dalam eksperimenya, Gessel tertarik pada anak-anak yang terbelakang yang dilakukan pada tahun 1911. Kemudian pada tahun 1919, ia mengadakan eksperimen dengan menggunakan teknik one way vision screen, yaitu penyelidikan yang dapat melihat anak-anak, tetapi anak tidak dapat melihat penyelidik, dengan media film dan pita rekaman. Kesimpulan Gessel bahwa anak-anak adalah individu-individu yang berbuat, yang hidup, dan berkepribadian. Psikologi tentang tingkah laku manusia yang berkaitan dengan kepribadian adalah teori G. Yung, yang dalam teorinya membagi kepribadian dalam dua golongan besar yaitu: tipe introvert dan ekstrofet. Tipe introvet mempunyai tipe pendiam, rasional, lambat bertindak, kurang rasional, dan serba meriah. Kedua tipe kepribadian ini berkembang di masyarakat, demikian juga di sekolah, kita dapat menjumpai anak-anak yang bertipe kepribadian introvert dan anak-anak yang bertipe ekstrovert. Selain kepribadian, gejala psikologi pada diri individu adalah insting, yaitu sesuatu yang tidak dipelajari, relatif bersifat stereotip dan respon otomatis pada situasi tertentu. Para ahli psikologi awalnya mengadakan percobaan terhadap hewan, misalnya pada jenis burung yang mempunyai kecakapan membuat sarang yang berbeda-beda dan kecakapan tadi selamanya tidak berubah. Jenis semut, rayap dan serangga (tawon) mempunyai kelompok-kelompok dan setiap kelompok mempunyai tugas sendiri-sendiri. Keadaan demikian itu ditentukan oleh pola tingkah laku neural inkeritas sistem urat syaraf hereditair. Konsep insting yang demikian itu oleh para ahli psikologi dibawa dalam kehidupan manusia. Seperti William James, Edward L. Thorndike dan William Mc. Dougel, mereka semua mengidentifikasi insting manusia seperti menetek, gerak tangan pada bayi, mengejapkan mata, bernafas, dan sebagainya. Abu Ahmadi menyebutkan bahwa menurut William James, manusia mempunyai insting lebih dari 30 macam, Thorndike menyebutkan manusia mempunyai insting lebih dari 40 macam sepertim imitasi, menguasai, membangun, ingin tahu, social, dan cinta. Berbeda dengan teori insting, Sigmund Freud yang mengatakan bahwa manusia hanya mempunyai insting tunggal, yaitu libido seksualitas, semua perbuatan manusia pada hakikatnya bersumber dan merupakan manifestasi dan penjabaran daripada libido seksualitas. Insting ini berkembang dari dua dorongan pada diri manusia, yaitu dorongan untuk hidup dan dorongan untuk mati.
Dengan demikian, individu adalah manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas dan lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya, karena dalam diri individu, mausia mempunyai tiga aspek, yaitu aspek organic jasmaniah, aspek psikis rohaniah, dan aspek social kebersamaan. Ketiga aspek tersebutsaling mempengaruhi dan keguncangan pada satu aspek akan membawa pada aspek lainnya. Akibat-akibat tersebut disebabkan oleh: 1) menyimpang dari norma kolektif. 2) kehilangan individualitasnya dan takluk pada kolektif. 3) mempengaruhi masyarakat seperti pahlawan atau pengacau. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa terjadinnya penyimpangan perilaku social atau perubahan pembangunan pada masyarakat berasal dari pengaruh pola tingkah laku individu, oleh karena itu pendekatan individual berpendapat bahwa individual yang primer (utama) dan masyarakat adalah sekunder (kedua) .
Untuk dapat mengerti tata kehidupan masyarakat (kelompok) perlu dibahas tata kehidupan individu yang menjadi pembentuk mayarakat itu, jikalau kita dapat memahami tingkah laku individu satu persatu bagaiman cara berfikirnya, perasaannya, kemampuannya, perbuatannya,sikapnya dan sebagainnya atau tegasnya watak individu, bagaimana mefasilitasi individu, begitulah seterusnya. Maka akhirnya dapat dimengerti bagaimana kelompok (masyarakat), maka dapatlah dimengerti tingkah laku masyarakat seluruhnya sampai pada tingkah laku Negara ( misalnya kepribadian Negara)
Individu sebagai titik tolak ditentukan atau di pengaruhi oleh dua macam faktor intern dan extern.
Faktor intern meliputi faktor-faktor biologis dan psikologis, sedangkan faktor extern mencakup faktor-faktor lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Maka didalam approach individu menitik beratkan kepada faktor-faktor biologis dan psikologis yang mendeterminir tingkah laku seseorang. Kedua faktor itulah yang primer sedangkan faktor lingkungan sekitar fisik dan miliu sosial merupaka faktor sekunder.
2.1.1.1 Faktor biologis Pada Tingkah Laku Manusia
Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia. Pentingnya kita memperhatikan pengaruh biologis terhadap perilaku manusia seperti tampak dalam dua hal berikut .
1. Telah diakui secara meluas adanya perilaku tertentu yang merupakan bawaan manusia, dan bukan pengaruh lingkungan atau situasi.
2. Diakui pula adanya faktor-faktor biologis yang mendorong perilaku manusia, yang lazim disebut sebagai motif biologis. Yang paling penting dari motif biologis adalah kebutuhan makan-minum dan istirahat, kebutuhan seksual, dan kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya.
Faktor-faktor biologi yang lain, yang tidak dapt disangkal pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia ialah bekerjanya secara normal dari pada hormon-hormon berbagai endrokinon atau kelenjar-kelenjar buntu di dalam tubuh manusia. Misalnya pada anak-anak putri yang hormone-hormon genelitahnya sudah mulai bekerja menimbulkan perubahan-perubahan jasmaniah, misalnya tumbuh dan berkembangnya buah dada (glandula mamae), maka sifat-sifat dan tingkah lakunya akan menjadi sifat-safatorang dewasa. Demikian jga pada anak laki-laki. Kurang atau lebih bekerjanya dari pada hormone-hormon endrokinan pada tubuh manusia akan menyebabkan kelainan-kelainan atau abnormalitas tingkah lakunya, selain dari pada pertumbyhan fisik yang abnormal pula.
2.1.1.2 Faktor Psikologi Pada Tingkah Laku Manusia
Kita dapat mengkalsifikasikannya ke dalam tiga komponen .
1. Komponen Afektif merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya.
2. Komponen Kognitif Aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.
3. Komponen Konatif Aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
Pengaruh psikologi pada biologis semula bersifat semiphilosophis dan abstark, misalnya pada sciense of mind (pengetahuan tentang proses berfikir). Tetapi sebaliknya ketika terbit buku Darwin, Origin of Species pada tahun 1859 biologi berpengaruh besar pada psikologi. Misalnya dengan pesatnya studi tingkah laku hewan, maka terjadilah pengetrapannya pada studi tentang manusia, yaitu tingkah laku manusia dijabarkan dengan tingkah laku hewan. Suatu contoh misalnya pada tingkah laku insekta semut, burung, terdapatlah suatu tingklah laku yang sebagian besar dideterminir oleh instincet sesuatu yang tidak di pelajari, relative bersifat sterotypis, dan response otomatis pada situasi tertentu. Misalnya pada jenis hitam kecil, bila diketuk akan terkejut semut-semut tadi kelihatan duduk. Pada jenis-jenis burung mempunyai kecakapan membuat sarang yang berbeda-beda, dan kecakapan-kecakapan tadi selamanya tidak berubah burung tempua misalnya sarangnya mesti begitu, burung perkutut sarangnya mesti kelompok-kelompok dan tiap-tiap kelompok itu terdiri atas semut-semut atau rayap-rayap yang sama bentuknya. Keadaan yang demikian itulah dideterminir oleh syaraf hereditaer. Mereka itu mempunyai dorongan atau drifes untuk berbuat karena menghadapi sesuatu situasi timbullah perbuatan instinctifnya.

2.1.2 Pendekatan Sosial (The Social Approach)
Secara pribadi, manusia merupakan mahluk individual, tetapi dalam kenyataannya, sejak kelahiran manusia itu sendiri, sebenarnya menunjukkan sebagai makhluk sosial. Dan dapat dipisahkan dengan keluargannya, familinya, masyarakatnya, dan kelompoknya. Sejak awal manusia dalam perkembangannya sedah memiliki lingkungan tersendiri, sesuai dengan prinsip pertumbuhan dan perkembangan manusia. Dari segi bahasa, manusia mampu menciptakan lingkungan tersendiri; dari segi umur, sudah memiliki masyarakat sendiri; dari segi pekerjaan, status sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Manusia tidak dapat hidup diluar lingkungannya. J.J rosseu menyatakan bahwa yang mendorong manusia untuk hidup bergaul adalah kebutuhan hidupnya yang selalu diusahakan setiap saat dan setiap hari. Kebutuhan itu tidak hanya bergaul, akan tetapi yang lebih penting lagi adalah ketergantungan antara satu dengan yang lainnya. C.A Elwood dalam bukunya The Psikology of Human Society menyatakan bahwa ada tiga unsur biologis yang menyebabkan manusia bisa hidup bermasyarakat dan saling bergantung, yaitu dorongan untuk makan, dorongan untuk mempertahankan diri, dan dorongan untuk pelangsungan jenisnya.
Pendekatan sosial beranggapan bahwa tingkah laku individu secara mutlak ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaan, dimana individualitas tenggelam dalam sosialitas manusia. Individu-individu yang menyimpang dari pola tingkah laku masyarakat, dianggap sebagai individu-individu yang yang abnormal dan akan dikeluarkan dari masyarakatnya. Masyarakat memiliki teknik untuk bisa mempengaruhi individu serta takhluk pada norma dan etika sosial. Berdasarkan interaksi individu dengan masyarakatnya, ditemukan proses sosialisasi (penyesuaian diri). Menurut Wodworth bahwa manusi dalam tahap proses penyesuaian diri dalam lingkungannya selalu mengalami empat proses :
1. Individu dapat pertentangan dengan lingkungannya
2. Individu dapat menggunakan lingkungannya
3. Individu dapat berpartisipasi dengan lingkungannya
4. Individu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya
Tahap penyesuaian diri dengan lingkungannya merupakan tahap puncak dari setiap individu dalam interaksi individu dengan lingkungannya. Menurut H. Bonner, yang dimaksud dengan interaksi sosial adalah hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain dan sebaliknya. Interaksi sosial dapat dilaksanakan melalui imitasi (peniruan), sugesti (dimana individu menerima cara/pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu). Identifikasi, yaitu upaya untuk menyamankan/menyesuaikan diri sesuatu yang dianggap mempunyai keistimewaan, simpati, yaitu, tertariknya orang satu terhadap orang lain melalui perasaan. Interaksi sosial dengan berbagai teknik tersebut adalah suatu tindakan untuk menyesuaikan diri. Ada dua model dalam penyesuaian diri. Pertama adalah model auto plastic, yaitu merubah diri kita sesuai dengan lingkungannya. Seorang urban yang berhasil adalah yang dapat meninggalkan kebiasaan di desa dan menyesuaikan diri dengan keadaan masyarakat kota. Kedua, model alloplastic, yaitu mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan kita, seseorang yang pindah disuatu tempat dan tetap mempertahankan kebiasaannya sehingga tempat yang baru menyesuaikan dirinya.
2.1.3 Pendekatan Interaksi (The Interaction Approach)
Menurut H. Bunner dalam bukunya social Psychology, sebagaimana diikuti oleh Gerungan, mengemukakan bahwa yang disebut dengan interaksi sosial adalah hubungan antar dua atau lebih individu manusia, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya. Devinisi ini menekankan akan kelangsungan timbal balik interaksi sosial antara dua atau lebih manusia. Interaksi sosial yang dilakukan oleh individu bermaksud untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan afeksi, kebutuhan inklusi, atau kebutuhan control. Yang dimaksud dengan kebutuhan afeksi adalah kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, yang dimaksudkan dengan kebutuhan inklusi adalah kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan mempertahankannya. Sedangkan yang dimaksud dengan kebutuhan control adalah kebutuhan akan pengawasan dan kekuasaan.menurut Gillin dan Gillin dalam bukunya Cultural Sociology, sebagaimana yang yang dikutip oleh Soerjono soekanto dalam bukunya, Sosiologi, suatu pengantar mengatkan bahwa interaksi sosial adalah hubungan orang-perorang, atau antar kelompok-kelompok manusia. Gilin menekankan pada interaksi sosial lebih daripada bentuk interaksi .
Menurutnya interaksi sosial bersifat dinamis dalam bentuk 1). hubungan orang perorang, 2). Antar kelompok manusia. 3). Antara orang perorang dan kelompok amnesia. George Sammel menjelaskan tentang model interaksi ini, bahwa masyarakat atau kelompok tidak dipandang dalam keadaan terlepas dari akal pikiran dan maksud dari orang yang membentuknya. Hakikat hidup dalam bermasyarakat adalah menemukan relasi yang mempertemukan mereka dalam usaha bersama pencarian rekreasi, pendidikan, bertemu, makan bersama, tawar menawar dan sebagainya. Masyarakat sebagai pusat relasi selalu menempatkan diri dalam natural, yakni berjalan apa adanya, sesuai dengan hokum berpasangan, seperti siang dan malam, laki-laki dan perempuan, baik dan buruk, perintah dan melaksanakan, atasan dan bawahan, bertanya dan menjawab, berbicara dan mendengar dan sebagainya.
Model-model interaksi diatas, sangat dipengaruhi oleh factor-faktor internal social seperti: imitasi, sugesti, identifikasi, simpati dan motivasi. Banyak interaksi social yang dijadikan model oleh individu, ketika ia menemukan kecocokan dan ketepatan. Seorang yang mengagungkan orang lain akan meniru tindakan dan perkataannya.
Factor pertama adalah imitasi. Yang dimaksud dengan imitasi adalah tindakan seseorang meniru orang lain, baik sikap, penampilan, dan gaya hidupnya dan bahkan semua yang dimilikinya. Menurut Gabriele Tarde, bahwa semua yang berhubungan dengan sosialberakar pada proses imitasi. Dengan kata lain imitasi adalah meniru.
Faktor kedua adalah sugesti. Yang dimaksud dengan sugesti adalah suatu proses penerimaan pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. Terjadinya sugesti ketika rangsangan atau stimulus diberikan oleh seorang individu kepada individu yang lain sedemikian rupa, sehingga orang yang diberi sugesti tersebut menurut atau melaksanakan apa yang dirangsangnya tanpa berfikirsecara kritis dan rasional. Sugesti akan membawa kepada orang untuk lupa berpikir, pikiran terpecah-pecah, tertekan kelompok mayoritas, dan karena percaya.
Faktor ketiga adalah identifikasi. Yang dimaksud dengan identifikasi adalah keinginan untuk menyamakan/menyesuaikan diri terhadap sesuatu yang dianggap mempunyai keistimewaan. Istilah identifikasi timbul dari psikologi Sigmund Freud mengenai seorang anak yang belajar norma-norma sosial dari orang tuanya. Anak akan belajar hidup dan kehidupan dari orang tuanya yang dianggap sebagai orang dewasa yang dianggap mempunyai kelebihan. Anak akan menganggap dirinya sudah dewasa, apabila telah melakukan seperti apa yang dilakukan oleh orang tuanya, sehingga anak akan mengidentifikasi dirinya sebagai orang dewasa.
Faktor keempat adalah, simpati. Yang dimaksud dengan simpati adalah, suatu proses kejiwaan dimana seorang individu wibawanya atau perbuatannya. Perasaan simpati bisa disampaikan kepada seseorang atau sekelompok orang, atau suatu lembaga formal pada saat-saat khusus, seperti peringatan ulang tahun, lulus ujian, kenaikan jabatan atau pada momen-momen penting seperti: melahirkan, pernikahan dan sebagainya. Dengan demikian, simpati dapat berkembang dalam suatu relasi kerjasama antar dua orang atau lebih jika diantara mereka saling mengerti.
Faktor kelima adalah motivasi. Yang dimaksud dengan mootivasi adalah dorongan, rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang diberikan oleh seorang individu kepada individu lainnya, sehingga seorang menuruti atau melaksanakan sesuai dengan motivasi tersebut secara kritis, rasional, dan penuh rasa tanggung jawab. Motivasi dapat diberikan dari individu kepada kelompok, kelompok kepada kelompok lain, atau kelompok kepada individu. Sebagai contoh, seorang anak mau belajar keras karena termotivasi oleh orang tuanya akan diberikan mainan. Sebuah organisasi politik mau mendukung pencalonan presiden karena termotivasi jabatan. Seorang mahasiswa rajin masuk kuliah karena termotivasi oleh dosen yang ideal.
Dengan adanya interaksi manusia sejak lahir, telah mempengaruhi tingkah laku orang lain, seperti orang tua, keluarga, dan benda-benda yang ada disekitarnya. Oleh karena itu, situasi interaksi adalah situasi hubungan sosial. Tanpa menginteraksikan diri manusia tidak mungkin dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. Kesimpulan dari pendekatan interaksi ini adalah bahwa untuk mengetahui tingkah laku manusia, harus dilihat dari individu dan masyarakat.
2.1.4 Warisan Kebudayaan (Culture Heritage)
Ada beberapa pendapat tentang akar kata “budaya”, tetapi mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Pertama, kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, buddhayah, sebagai bentuk jamak dari budhi, yang berarti budi atau akal. Kedua, kebudayaan berasal dari kata majemuk “budi” dan “daya”, menjadi budaya. Kata “budaya” mendapat awalan ke- dan akhiran -an menjadi kebudayaan yang berarti hasil, dari cipta, rasa, dan karsa. Ketiga, kebudayaan merupakan terjemahan dari culture (bahasa Belanda), culture (bahasa Inggris), colere (Bahasa latin), tsaqofah (bahasa Arab), yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam, termasuk dalam arti kebudayaan .
Untuk membandingkan arti kebudayaan yang berasal dari bahasa, dan pengertian yang berbeda, perlu mengumpulkan pengertian kebudayaan dari para ahli dengan latar belakang dan titik penekanan yang berbeda. Adalah Al Krober dan C Klucklion dalam bukunya yang berjudul Culture : A Critical Review of Concept and Definition yang diterbitkan pad tahun 1952, menyebutkan bahwa ada 160 macam definisi tentang kebudayaan, Analisis Al Krober tersebut diambil dari beberapa buku dengan penulis yang berbeda, kemudian dianalisis, dicari intinya, dan diklasifikasikan, sesuai dengan latar belakang bidang keilmuan. Hal ini menunjukkan bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang terus berkembang, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dicapai manusia. Di masa mendatang, masih ada kemungkinan untuk mengembangkan definisi kebudayaan, karena kemajuan budaya manusia itu sendiri senantiasa berkembang.
Ada sejumlah ahli yang mempunyai perhatian besar dan telah berhasil merumuskan definisi kebudayaan sebagai berikut :
a. EB Taylor dalam bukunya : Primitive Cultural mendifinisikan kebudayaan sebagai that complex whole which included knowledge, belief, art, moral, law, custom, and any othercapabilities and habits acquired by man as a member of society ( kebudayaan adalah mempunyai sifat kompleks, di dalamnya berisi tentang pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dana lain sebagainya. Termasuk kebijaksanaan yang diperoleh manusia dari masyarakat).
b. Menurut Sutherlend dan Woodword, kebudayaan adalah culture include anything that can be communication from and generation to another. The culture of a people in their social heritage, complex whole which include knowledge, belief, art, moral, law, technique, of forfabrication and usedand mode of communication ( kebudayaan adalah sesuatu yang pantas untuk dikomunikasikan dari generasi satu ke generasi yang lain, kebudayaan masyarakat adalah warisan sosial, bersifat kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan kepercayaan, seni, moral, hukum, teknik pembuatan makanan yang dapat dipakai sebagai cara komunikasi).
c. Menurut Raucek dan Warren, kebudayaan adalah sebagai satu cara hidup yang dikembangkan oleh sebuah masyarakat guna memenuhi keperluan dasarnya untuk dapat bertahan hidup, meneruskan keturunan dan mengatur pengalaman sosialnya.
d. Menurut Hassan Shadily, kebudayaan berarti keseluruhan dari hasil manusia hidup bermasyarakat, berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama menusia sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, moral, hukum, adat istiadat dan lain-lain.
e. Menurut Koentjoroningrat, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Berdasarkan beberapa definisi kebudayaan di atas, membuka wacana kita untuk menghormati, menghargai, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan. Kebudayaan pada hakikatnya adalah fitrah manusia yang dijabarkan dalam kegiatan kehidupan sebagai pengemban amanah, mengelola bumi dan isinya yang dijadikan pijakan hidup manusia. Tugas-tugas kemanusiaan yang bersumber pada nilai-nilai agama, pikiran manusia, alam, warisan, pengalaman sosial, terintegrasi dalam diri manusia. Kebudayaan menjangkau seluruh aspek kehidupan manusia yang serba kompleks. Linton secara umum membagi kebudayaan menjadi bebarapa bagian :
a. Cultural Universal : mata pencaharian, kesenian, agama, hukum, moral, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.
b. Cultural Activities : kegiatan kebudayaan, misalnya mata pencaharian, terdapat kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, perdagangan, perindustrian, dan sebagainya.
c. Traits Complex : bagian dari cultural complex, seperti pertanian, terdapat irigasi, pengolahan sawah, masa tanam, masa panen, dan sebagainya.
d. Traits : bagian dari traits complex, seprti pengolahan sawah terdapat, alat bajak, garu, cangkul, sabit, dan sebagainya.
e. Items : bagian dari traits, bajak terdiri dari mata bajak, tangkai bajak, hewan penarik bajak, kendali dan sebagainya.
Pengelompokan Linton terhadap kebudayaan tersusun secara hirakhris, mulai dari kebudayaan universal, sampai items kebudayaan. Cultural Universal merupakan hasil dari fikiran, gagasan, ide manusia, yang bersumber dari akal. Sifat pikiran manusia itu cenderung idealis, sehingga ada pikiran manusia yang bersifat aplikatif dan bersifat teoritis. Pikiran dan gagasan yang bersifat aplikatif membentuk budaya material dan pikiran manusia yang bersifat teoritis menghasilkan budaya spiritual.
Pembagian kebudayaan Linton di atas hanya sekedar untuk mempermudah analisis dari suatu kebudayaan penyelidikan, sehingga diperoleh informasi yang lebih jelas. Sedangkan untuk menggolongkan kebudayaan secara objektif dan sistematis sangatlah sulit. Dari pengelompokan Linton di atas, secara umum terdapat komponen-komponen kebudayaan antara lain :
a. Alam pikiran ideologis dan religius
b. Bahasa
c. Hubungan sosial
d. Hidup berekonomi
e. Ilmu pengetahuan dan teknologi
f. Kesenian
g. Politik dan pemerintahan
h. Pewarisan kebudayaan

2.2 Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan
Memperbincangkan ruang lingkup sosiologi bisa ditinjau dari dua pendekatan. Pertama, pendekatan tujuan sosiologi pendidikan dan kedua pendekatan pemakaian istilah/pengertian sosiologi pendidikan. Secara logis, sebenarnya rumusan tujuan sosiologi pendidikan berdasarkan hakikat dari sosiologi pendidikan itu sendiri. Karena cakupan sosiologi terlalu luas, tidak terlalu salah apabila digunakan dua pendekatan tersebut .
Pendekatan pertama, ruang lingkup berdasarkan tujuan sosiologi pendidikan, sehingga dapat disusun sebagai berikut :
1. Sosiologi untuk guru, meliputi :
a. Sifat menusia dan tata sosial
b. Impak kelompok-kelompok sosial terhadap individu
c. Strukur sosial
2. Sosiologi sekolah, meliputi :
a. Sekolah dan masyarakat
b. Sosiologi pendidikan dan aspek-aspek historisnya
c. Sekolah dan tata sosial
3. Sosiologi mengajar, meliputi :
a. Interpretasi sosiologis terhadap kehidupan sekolah
b. Hubungan guru dan murid
c. Masalah-masalah organisasi sekolah
Kemudian pokok-pokok pikiran sosiologi di atas dikembangkan guna memenuhi tujuan sosiologi pendidikan, maka ruang lingkupnya mencakup :
1. Pengantar, meliputi :
a. Konsep dasar sosiologi
b. Strukutur sosial
c. Fungsi dan pengendalian sosial
d. Perubahan sosial
e. Taksonomi ahli sosiologi
f. Macam-macam kelompok dan sistem sosial
g. Hasil penelitian sosial
2. Pembahasan, meliputi :
a. Institusi masyarakat
b. Sosiologi dan kurikulum
c. Pendidikan bagi kebudayaan
d. Proses belajar mengajar di kelas menurut kacamata sosiologis
e. Kedisiplinan dan tata aturan
f. Guru dan masyarakat
g. Sosiologi dan nilai
Pendekatan kedua, ruang lingkup sosiologi pendidikan berdasarkan pada pengertian/istilah sosiologi pendidikan. Sosiologi pendidikan merupakan terjemahan dari istilah-istilah disiplin ilmu social dan pendidikan yang berkembang di Barat. Ada beberapa istilah yang pernah dipakai dalam sosiologi pendidikan antara lain :
1. Social foundation of education (yayasan social pendidikan)
2. Educational sociology (sosiologi pendidikan)
3. Social education (pendidikan sosiologi)
4. School and society (social dan pendidikan)
5. Community relation (relasi komunikasi)
Di Indonesia memakai sosiologi pendidikan sebagai terjemahan dari Educational sociology. Pemakaian istilah ini ternyata mempunyai konsekuensi logis terhadap ruang lingkup sosiologi pendidikan. Menurut ST.Vembriarto ada tiga kelompok pandangan para ahli dalam merumuskan kajian sosiologi pendidikan. Pertama, golongan yang terlalu menitikberatkan pandangan pendidikan daripada pandangan sosialnya. Kedua, golongan yang menitikberatkan pada teori belaka. Oleh karena itu penyelidikan dan pengembangan sosiologi pendidikan berpusat pada masalah-masalah sebagai berikut :
1. Pendidikan ditinjau dari sudut social yang bersifat umum.
2. Masalah proses sosialisasi anak.
3. Kehidupan atau kebudayaan sekolah.
4. Pendidikan ditinjau dari sudut hubungan pribadi.
S. Nasution mempunyai rumusan lain untuk menyusun ruang lingkup sosiologi pendidikan. Menurutnya masalah-masalah yang diselidiki dalam sosiologi pendidikan meliputi pokok-pokok masalah berikut :
1. Hubungan system pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat meliputi :
a. Fungsi pendidikan dalam kebudayaan
b. Hubungan dengan system pendidikan dengan proses control social dan system kekuasaan
c. Fungsi system pendidikan dalam proses perubahan social dan cultural. Atau usaha mempertahankan status quo.
d. Hubungan pendidikan dengan system tingkat/status social
e. Fungsi system pendidikan formal bertalian dengan kelompok rasial, cultural dan sebagainya.
2. Hubungan antar manusia dalam sekolah, meliputi :
a. Hakikat kebudayaan sekolah, sejauh mana ada perbedaan dengan kebudayaan di luar sekolah.
b. Pola interaksi social atau struktur masyarakat sekolah
- Kepemimpinan dan hubungan kekuasaan
- Stratifikasi social
- Pola interaksi formal
3. Pengaruh sekolah terhadap kelakuan dan kepribadian semua pihak di sekolah meliputi :
a. Peranan social guru
b. Hakikat kepribadian guru
c. Pengaruh kepribadian guru terhadap kelakuan anak
d. Fungsi sekolah dalam sosialisasi murid
4. Sekolah dalam masyarakat meliputi :
a. Pengaruh masyarakat atas organisasi sekolah
b. Analisis proses pendidikan yang terdapat dalam system-sistem social dalam masyarakat luar sekolah
c.Hubungan antara sekolah dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan
d. factor-faktor demografi dan ekologi dalam masyarakat yang bertalian dengan organisasi sekolah.
Dari berbagai ruang lingkup soisologi pendidikan di atas, mana yang dianggap penting, benar, dan harus diterapkan dalam menyusun ruang lingkup sosiologi pendidikan. Kita perlu bersyukur bahwa para tokoh sosiologi pendidikan telah memberikan sumbangan yang besar terhadap sosiologi pendidikan. Paparan ruang lingkup sosiologi pendidikan di atas mengajak kepada kita untuk menganalisis secara kritis. Salah satu standar analisisnya adalah sejauh mana kita sendiri memerlukan dan membutuhkan sosiologi pendidikan ?
Dalam pengembangan pendidikan yang lebih prospektif. Sosiologi pendidikan sangat dibutuhkan oleh lembaga pendidikan. Berdasarkan kurikulum pendidikan, sosiokogi pendidikan adalah, salah satu mata kuliah yang diberikan selama menempuh jenjang pendidikan. Dengan demikian, maka sosiologi pendidikan dalam kurikulum telah mempunyai tujuan kurikuler yang disebut dengan standar kompetensi. Dalam menyusun ruang lingkup sosiologi pendidikan tidak boleh terlepas dari tujuan sosiologi pendidikan adalah; agar mahasiswa mengerti, memahami dan mengaplikasikanseluruh konsep, teori, dan aplikasi sosiologi pendidikan untuk dapat mengembangkan pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan. Berdasarkan tujuan sosiologi pendidikan tersebut, maka ruang lingkup sosiologi pendidikan mencakup :
1. Konsep dasar sosiologi pendidikan
2. Tujuan, pendekatan, dan signifikan sosiologi pendidikan
3. Sejarah dan tokoh sosiologi pendidikan
4. Teori sosiologi pendidikan.
5. Pengembangan social peserta didik
6. Sosiologi bagi guru
7. Sekolah dan masyarakat
8. Sekolah dan tata social
9. Sosialisasi di sekolah, keluarga dan masyarakat
10. Hubungan guru, murid dan masyarakat
11. Organisasi sekolah
12. Sosiologi dan kurikulum
13. Proses belajar mengajar dari sudut sosiologi
14. Kebudayaan sekolah, masyarakat dan keluarga
15. Pola interaksi sekolah, keluarga dan masyarakat
16. Pengaruh sekolah terhadap masyarakat
17. Institusi masyarakat
18. Pendidikan multi cultural