Sabtu, 02 April 2011

KONTRIBUSI SOSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM

B. PEMBAHASAN
1. Fungsi Sosiologi Pendidikan Islam.
Kata ‘fungsi’ berasal dari bahasa inggris “function”. Menurut kamus WEBSTER, “function” berarti performance; the special work done by an structure. Selain itu menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 79 Tahun 1969 (lampiran 3), fungsi adalah sekelompok pekerjaan kegiatan-kegiatan dan usaha yang satu sama lainnya ada hubungan erat untuk melaksanakan segi-segi tugas pokok. Dari uraian di atas jelaslah bahwa fungsi adalah merupakan segala kegiatan dan usaha yang dilakukan dalam rangka melaksanakan tugas sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan.
Kata ‘kontribusi’ berasal dari bahasa inggris “contribution” yang mempunyai arti sebagaimana berikut: iuran, sumbangan, sumbangsih, uluran, urunan. Sedangkan dalam pengertian sederhana, sosiologi pendidikan memuat analisis-analisis ilmiah tentang proses interaksi sosial yang terkait dengan aktivitas pendidikan baik dari lingkup keluarga, kehidupan sosio-kultur masyarakat maupun di tingkat nasional[1].
Pengertian sosiologi Secara Etimologi atau berdasarkan makna kata sosiologi berasal dari dua suku kata yaitu dari kata Latin “ Socius “yang berarti kawan dan kata Yunani “Logos “ yang berarti kata fikiran atau ilmu pengetahuan atau berbicara. Sedangkan menurut Auguste Comte Sosiologi berarti “ berbicara mengenai masyarakat “. Dan secara Terminologi Sosiologi ialah ilmu pengetahuan tentang pergaulan hidup manusia, yaitu hubungan perseorangan dengan golongan, hubungan golongan dengan golongan[2].
Pendidikan islam pada dasarnya adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani maupun rohani. Menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi dengan Allah, manusia, dan alam semesta. Potensi jasmaniah manusia adalah yang berkenaan dengan seluruh organ-organ fisik manusia. Sedangkan potensi rohaniah manusia itu meliputi kekuatan yang terdapat di dalam batin manusia, yakni akal, kalbu, nafsu, roh, fitrah. Asy-Syaibani menyatakan bahwa manusia itu memiliki potensi yang meliputi badan, akal, roh, dan ketiga-tiganya persis seperti segitiga yang sama panjang sisinya (Asy-Syaibani:92). Sedangkan Hasan Langgulung menyebutkan potensi manusia itu: Fitrah, roh, kemauan bebas, dan akal (Hasan Langgulung:57-58)
Dari beberapa definisi kata perkata diatas “fungsi dan kontribusi sosiologi pendidikan islam” adalah suatu unit kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan sumbangsih atau sumbangan terhadap dunia pendidikan islam agar dapat mendidik generasi islam sesuai dengan potensinya supaya menjadi manusia yang mempunyai hubungan yang baik dengan sesama manusia, alam sekitar dan Alloh sebagai Tuhan yang diyakini.
Beberapa konsep mengenai pengertian sosiologi pendidikan Islam seperti dalam buku sosiologi pendidikan bahwa sosiologi pendidikan yaitu ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengenalikan proses pendidikan untuk memperoleh perkembangan kepribadian individu yang lebih baik. Sosiologi pendidikan adalah analisis ilmiah atau proses social dan pola-pola social yang terdapat dalam system pendidikan.[3] Sosiologi pendidikan Islam adalah spesialisasi dalam ilmu sosiologi yang mengkaji sikap dan tingkah laku masyarakat yang terlibat dalam sector pendidikan Islam. Walaupun masyarakat sekarang beraneka ragam kultur dan strukturnya. Adapun beberapa konsep tentang fungsi sosiologi pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1. Sosiologi terhadap pendidikan Islam berfungsi sebagai proses sosialisasi. Dalam hal ini sosiologi pendidikan Islam mengutamakan proses bagaimana kelompok social masyarakat mempengaruhi kelakuan individu. Dengan bermacamnya kultur dan struktur diharapkan dengan pendidikan Islam merupakan wadah bagi individu dalam memperoleh pengalamannya.
2. Sosilogi terhadap pendidikan Islam berfungsi sebagai analisis kedudukan pendidikan dalam masyarakat. Pada poin ini lebih mengutamakan fungsi lembaga pendidikan Islam yang diadakan masyarakat dan hubungan sekolah dengan masyarakat yang terdiri dari beberapa aspek. Apabila pendidikan Islam tidak dapat menempatkan diri dalam masyarakat yang berbeda-beda kulturnya, maka manusia tidak sesuai dengan cita-cita Islam yang mencerminkan hakikat Islam dan tidak bisa terwujud.
3. Sosiologi terhadap pendidikan Islam berfungsi sebagai anilisis social di sekolah dan antara sekolah dan masyarakat. Diharapkan terjadinya hubungan antara orang-orang dalam sekolah dengan masyarakat lingkungan sekolah. Peranan social tenaga sekolah dengan masyarakat sekitar sekolah.
4. Sosiologi terhadap pendidikan Islam berfungsi sebagai alat kemajuan perkembangan social. Pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu dapat melestarikan dan memajukan tradisi budaya moral yang Islami sehingga terwujud komunikasi social dalam masyarakat dan membawa kebudayaan kepuncak yang setinggi-tingginya
5. Sosiologi terhadap pendidikan Islam berfungsi sebagai dasar menentukan tujuan pendidikan. Diharapakan pendidikan Islam mampu mendasari jiwa generasi muda dengan iman dan takwa serta berilmu pengetahuan sehingga dapat memotivasi daya kreativitasnya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang sesuai al-Quran.
6. Sosiologi terhadap pendidikan Islam berfungsi sebagai sosiologi terapan. Sosiologi pendidikan dianggap bukan ilmu yang murni akan tetapi sebuah ilmu yang diterapakan untuk mengendalikan pendidikan antara sosiologi dengan pendidikan Islam dipadukan dengan menerapkan prinsip-prinsip sosiologi pada seluruh pendidikan.
7. Sosiologi terhadap pendidikan Islam berfungsi sebagai latihan bagi petugas pendidikan agar para pendidik memahani betul masyarakat dan latar belakang social tempat anak disosialisi. Adakalanya agar pendidik memperbaiki teknik mengajarnya agar selara dan dapat menjawab sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. Prinsip-prinsip pendidikan islam sebagai disiplin ilmu. Sebagai disiplin ilmu, pendidikan islam bertugas mengilmiahkan wawasan tentang kependidikan yang terdapat dalam sumber-sumber pokok dengan bantuan dari penapat para ulama/ilmuan muslim. Nilai-nilai ketuhanan berada di atas nilai-nilai keilmiahan an ilmu pengetahuan.[4]
Francis Broun mengemukakan bahwa sosiologi terhadap pendidikan memperhatikan pengaruh keseluruhan lingkungan budaya sebagai tempat dan cara individu memproleh dan mengorganisasi pengalamannya. Sedangkan S. Nasution mengatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah Ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk memproleh perkembangan kepribadian individu yang lebih baik. Dari kedua pengertian dan beberapa pengertian yang telah dikemukakan dapat disebutkan beberapa konsep tentang fungsi sosiologi pendidikan, yaitu sebagai berikut:
1. Sosiologi pendidikan berfungsi menganalisis proses sosialisasi anak, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dalam hal ini harus diperhatiakan pengaruh lingkungan dan kebudayaan masyarakat terhadap perkembangan pribadi anak. Misalnya, anak yang terdidik dengan baik dalam keluarga yang religius, setelah dewasa/tua akan cendrung menjadi manusia yang religius pula. Anak yang terdidik dalam keluarga intelektual akan cendrung memilih/mengutamakan jalur intlektual pula, dan sebagainya.
2. Sosiologi pendidikan berfungsi menganalisis perkembangan dan kemajuan social. Banyak orang/pakar yang beranggapan bahwa pendidikan memberikan kemungkinan yang besar bagi kemajuan masyarakat, karena dengan memiliki ijazah yang semakin tinggi akan lebih mampu menduduki jabatan yang lebih tinggi pula (serta penghasilan yang lebih banyak pula, guna menambah kesejahteraan social). Disamping itu dengan pengetahuan dan keterampilan yang banyak dapat mengembangkan aktivitas serta kreativitas social.
3. Sosiologi pendidikan berfungsi menganalisis status pendidikan dalam masyarakat. Berdirinya suatu lembaga pendidikan dalam masyarakat sering disesuaikan dengan tingkatan daerah di mana lembaga pendidikan itu berada. Misalnya, perguruan tinggi bisa didirikan di tingkat propinsi atau minimal kabupaten yang cukup animo mahasiswanya serta tersedianya dosen yang bonafid.
4. Sosiologi pendidikan berfungsi menganalisis partisipasi orang-orang terdidik/berpendidikan dalam kegiatan social. Peranan/aktivitas warga yang berpendidikan / intelektual sering menjadi ukuan tentang maju dan berkembang kehidupan masyarakat. Sebaiknya warga yang berpendidikan tidak segan- segan berpartisipasi aktif dalam kegiatan social, terutama dalam memajukan kepentingan / kebutuhan masyarakat. Ia harus menjadi motor penggerak dari peningkatan taraf hidup social.
5. Sosiologi pendidikan berfungsi membantu menentukan tujuan pendidikan. Sejumlah pakar berpendapat bahwa fungsi pendidikan nasional harus bertolak dan dapat dipulangkan kepada filsafat hidup bangsa tersebut.


6. Menurut E. G Payne, sosiologi pendidikan berfungsi utama memberi kepada guru- guru (termasuk para peneliti dan siapa pun yang terkait dalam bidang pendidikan) latihan – latihan yang efektif dalam bidang sosiologi sehingga dapat memberikan sumbangannya secara cepat dan tepat kepada masalah pendidikan.[5] Menurut pendapatnya, sosiologi pendidikan tidak hanya berkenaan dengan proses belajar dan sosialisasi yang terkait dengan sosiologi saja, tetapi juga segala sesuatu dalam bidang pendidikan yang dapat dianalis sosiologi. Seperti sosiologi yang digunakan untuk meningkatkan teknik mengajar yaitu metode sosiodrama, bermain peranan (role playing) dan sebagainya.
dengan demikian sosiologi pendidikan bermanfaat besar bagi para pendidik, selain berharga untuk mengalisis pendidikan, juga bermanfaat untuk memahami hubungan antara manusia di sekolah serta struktur masyarakat. Sosiologi pendidikan tidak hanya mempelajari masalah – masalah sosial dalam pendidikan saja, melainkan juga hal – hal pokok lain, seperti tujuan pendidikan, bahan kurikulum, strategi belajar, sarana belajar, dan sebagainya. Sosiologi pendidikan ialah analisis ilmiah atas proses sosial dan pola- pola sosial yang terdapat dalam sistem pendidikan.
A. Kontribusi Sosiologi Terhadap Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam merupakan hal yang mesti ada dalam masyarakat, secara umum pendidikan mempersiapkan peserta didik agar menjadi pribadi yang baik sehingga mempunyai kemampuan untuk terjun mengamalkan ilmu yang diperolehnya ketika kelak terjun di masyarakat. Pendidikan mempunyai peran aktif dalam menciptakan generasi yang mampu berinteraksi sosial dengan baik, sebaliknya sosiologi memberikan informasi ke dalam dunia pendidikan tentang nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Pendidikan Agama Islam mengenalkan kepada peserta didik tentang nilai-nilai yang terdapat dalam Agama Islam agar kelak ilmu yang dimiliki dan kemudian diamalkan mempunyai dasar keagamaan, dengan kata lain ilmu bisa dimanfaatkan sesuai dengan koridor agama dan tidak menyimpang.



Pendidikan bisa dianggap berhasil ketika peserta didik mempunyai kemampuan dan potensi untuk dimanfaatkan oleh dirinya, masyarakat, agama, bangsa, dan negara. Di sinilah letak hubungan fungsionalitas antar pendidikan dengan sosiologi, karena sosiologi membahas tentang interaksi sosial di masyarakat. Keberhasilan dalam pendidikan agama Islam tidak hanya bisa ditentukan dengan struktur (nilai ulangan harian, UTS, UAS, dll) melainkan lebih ditentukan oleh kehidupan interaksi social sehari-hari yang terjadi di sekolah, baik antar masyarakat sekolah (guru, peserta didik, karyawan, dll) maupun antara sekolah dengan masyarakat sekitar.
keberhasilan pendidikan terkadang lebih ditentukan kreativitas dari masing-masing aktor dalam masyarakat. Kebiasaan yang dilakukan. Komunitas yang digelutinya. Aktivitas yang ditekuni seseorang. Karenanya, ‘sukses’ melalui pendidikan menjadi sangat relatif, ukurannya tidak hanya sebatas dilihat dari nilai yang bagus.[6] Pendidikan membawa pengaruh positif ketika peserta didik ingin bermasyarakat, sebagaimana lingkungan sosial menjadi faktor penting dalam mewujudkan keberhasilan pendidikan. Demikian juga halnya dengan pendidikan Agama Islam, sukses belajar agama Islam bukan dilihat dari nilai-nilai struktural, akan tetapi sejauh mana agama Islam diamalkan dalam kehidupan sehari-hari ketika peserta didik terjun ke kehidupan nyata di masyarakat.
Oleh karena itu sosiologi mempunyai kontribusi penting bagi pendidikan Agama Islam dalam kaitannya dengan penerapan agama dalam kehidupan bermasyarakat. Sesungguhnya studi sosiologi sangat penting untuk kita sebagai makhluk sosial. Diri kita sendirilah yang menjadi objek kajian sosiologi karena kita selalu berinteraksi dengan orang lain. Kita juga sebagai manusia yang berbudaya yang memiliki norma, nilai dan tradisi.




Selama hidup, kita senantiasa berinteraksi dengan orang lain dan dalam berinteraksi itu kadang-kadang timbul konflik. Oleh karena itu, sosiologi sebenarnya berbicara mengenai kita dan masyarakat dimana kita hidup dan berinteraksi.[7]
Berikut ini beberapa manfaat mempelajari sosiologi:
a. Dengan mempelajari sosiologi, kita akan dapat melihat dengan lebih jelas siapa diri kita, baik sebagai pribadi maupun (dan terutama) sebagai anggota kelompok atau masyarakat.
b. Sosiologi membantu kita untuk mampu mengkaji tempat kita dalam masyarakat serta dapat melihat “dunia” atau budaya lain yang belum kita tahu sebelumnya.
c. Dengan bantuan sosiologi, kita akan semakin memahami pula norma, tradisi, keyakinan, pranata sosial dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat lain dan memahami perbedaan-perbedaan yang ada tanpa hal itu menjadi alasan untuk timbulnya konflik diantara anggota masyarakat yang berbeda.
d. Kita sebagai generasi penerus mempelajari sosiologi membuat kita lebih tanggap, kritis dan rasional menghadapi gejala-gejala sosial masyarakat yang makin kompleks dewasa ini serta mampu mengambil sikap dan tindakan yang tepat dan akurat terhadap setiap situasi sosial yang kita hadapi sehari-hari.
e. Hasil-hasil penelitian sosiologi dapat menjadi acuan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan di berbagai bidang, seperti: rancangan undang-undang, perencanaan pembangunan, perencanaan anggaran, perencanaan pendidikan, kegiatan keagamaan, politik, ekonomi dan sebagainya, sehingga kebijakan yang dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan dan tidak salah sasaran.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kontribusi sosiologi terhadap pendidikan agama Islam sebagai berikut:
a. Mengenalkan kepada peserta didik sebagai sosok individu muslim yang hidup di tengah-tengah masyarakat.
b. Sosiologi mengenalkan kepada peserta didik muslim tentang masyarakat prural yang ada di masyarakat, bahwa terdapat kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda dengan agama yang dianut.
c. Sosiologi mengajarkan peserta didik bahwa dengan perbedaan itu bukan pemicu konflik, melainkan keragaman budaya yang mesti ada, dengan keragaman budaya tersebut justru menjadi pemicu untuk mengembangkan potensi yang ada. Dengan bantuan sosiologi, kita akan semakin memahami pula norma, tradisi, keyakinan, pranata sosial dan nilai-nilai keagamaan yang dianut oleh masyarakat lain dan memahami perbedaan-perbedaan yang ada tanpa hal itu menjadi alasan untuk timbulnya konflik diantara anggota masyarakat yang berbeda.
d. Sebagai generasi penerus bangsa dan pemeluk agama Islam yang taat, maka peserta didik dituntut untuk lebih peka terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat, kritis terhadap gejala sosial yang dewasa ini makin pelik, serta mampu mengambil langkah dan tindakan yang tepat untuk pemecahan masalah. Hal ini akan sulit tercapai jika kita hanya mempelajari agama tanpa mempelajari keadaan sosial masyarakat.
e. Dengan mempelajari sosiologi maka kita bisa mencari solusi-solusi tepat agar agama dapat di terima oleh masyarakat.
f. Kebijakan-kebijakan pemerintah tentang agama haruslah berdasarkan data sosial yang ada untuk kemudian menjadi salah satu bahan referensi utama dalam pembuatan kurikulum pendidikan Agama Islam.
Peranan Sosiologi Terhadap Dunia Pendidikan.
Dalam pengertian sederhana, sosiologi pendidikan memuat analisis-analisis ilmiah tentang proses interaksi sosial yang terkait dengan aktivitas pendidikan baik dari lingkup keluarga, kehidupan sosio-kultur masyarakat maupun di tingkat nasional. Sehingga dari sini bisa di dapat sebuah gambaran objektif tentang relasi-relasi sosial yang menyusun konstruksi total realitas pendidikan di negara kita. Sampai pada pemahaman tersebut segala bentuk wawasan dan pengetahuan sosiologis guna membedah tubuh pendidikan kita menjadi perlu untuk dibahas agar proses-proses pengajaran tidak bisa ke arah yang kurang relevan dengan kebutuhan bangsa.
Di sisi lain, jika perhatian kita tertuju pada lembaran sejarah perkembangan pendidikan masyarakat Indonesia, produk kemajuan sosial, meningkatnya taraf hidup rakyat, akselerasi perkembangan ilmu pengetahuan dan penerapan inovasi teknologi merupakan bagian dari prestasi gemilang hasil jerih payah lembaga pendidikan kita dalam upaya memajukan kehidupan bangsa Indonesia. Meningkatnya jumlah kaum terpelajar telah menjadi bahan bakar lajunya lokomotif kemajuan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Akan tetapi, beberapa kendala yang melingkari dunia pendidikan dalam kaitan dengan menurunnya kualitas output pendidikan kita menjadi bukti bahwa dunia pendidikan di Indonesia telah mengalami banyak perbaikan.
Sosiologi pendidikan didasarkan atas landasan teoritis disiplin induknya yang berubah-ubah. Sosiologi pendidikan yang baik akan mencerminkan tiga aspek yaitu pertama“ imajinasi sosiologis” yaitu historis, struktural dan biografis yang oleh Mills diidentifikasikan sebagai bagian terpenting dari suatu imu sosial. Faktor kedua, perkembangan studi “akademik” pendidikan, dan dengan demikian tumbuhlah ilmu-ilmu sosial dasar yang menopangnya, yakni sosiologi, psikologi, filsaafat, dan sejarah. Dari sini lahirlah permintaan-permintaan akan tenaga sosiolog untuk ikut mengajar pada program-program studi akademis ini, selanjutnya perkembangan ini merangsang pula departemen-departemen pendidikan di universitas-universitas untuk menyelenggarakan program-program diploma dan program gelar lainnya yang lebih tinggi guna menghasilkan tenaga-tenaga yang dibutuhkan.
Faktor ketiga, merupakan akibat dari perubahan suasana mental (mood). contohnya perencanaan pendidikan di penghujung tahun-tahun 1960-an dari “optimisme” ke “pesimisme”. Pertengahan tahun-tahun 1960-an merupakan tahun-tahun perkembangan yang luar biasa, para mahasiswa melimpah-ruah, perekonomian melaju naik dan pembaruan dianggap dapat diraih melalui proses politik yang ada.
Istilah-istilah yang kita pakai dalam membahas proses-proses pendidikan tidaklah mutlak melainkan merupakan produk tindakan manusia dalam suatu periode historis tertentu dalam suatu kerangka organisasi tertentu. Menurut pandangan ini, maka manusia menciptakan makna-makna dengan mana ia mencapai pengertiannya mengenai dunia ”intelegensi”, “deprivasi”, dan kreativitas”,umpamanya, masing-masing merupakan istilah yang relative, tak mengacu pada sifat yang mutlak dan tak mungkin menimbulkan salah faham, melainkan suatu penggunaan kata-kata khas dalam suatu konteks tertentu. Aforisme, “IQ adalah produk pengujian-pengujian yang dimaksudkan untuk memancing suatu konsep intelegensi yang dianut oleh perancang-perancang pengujian itu. Dengan kata-kat Gorbutt(1972), “Sosiologi interpretif mengenai pendidikan memudatkan perhatian kepada sifat-sifat social kategori-kategori pendidikan serta proses-proses sosial melalui mana kategori-kategori itu dibentuk dan dipertahankan”.

C. ANALISIS
1. Pendapat Penulis
Dalam bukunya prof. Dr. Harun Nasution, M. A, dalam bukunya yang berjudul sosiologi pendidikan cetakam bumi aksara, 2004 pada halaman delapan disebutkan bahwa fungsi sosiologi pada dunia pendidikan islam mempunyai tujuh fungsi dan dari tujuh fungsi tersebut bisa dianalisis dan diglobalkan menjadi dua yakni berfungsi keluar lembaga pendidikan islam (eksternal) dan berfungsi didalam lembaga itu sendiri (internal).
Adapun yang berfungsi keluar lembaga yakni, pertama sebagai proses belajar anak dalam belajar bersosialisasi, yang di maksud adalah bagamana seorang anak sebelum masuk kedunia kemasyarakat yang lebih luas paling tidak mereka belajar terlebih dahulu dalam lingkungan sekolahnya. Kedua sebagai analisis kedudukan pendidikan islam dalam masyarakat , yakni teori-teori yang ada dalam ilmu sosiologi digunakan untuk menganalisis apakah keberadaan pendidikan islam ditengah masyarakat sudah relevan atau belum jika belum dengan metode seperti apa agar bisa diterima oleh masyarakat dengan baik.
Sedangakan yangberfungsi kedalam lembaga pendidikan islam adalah pertama sebagai ilmu terapan, yakni sebagai mata pelajaran bagi siwa agar mereka mengetahui bagaimana keilmuan sosiologi itu. Kedua sebagai landasan penentu tujuan pendidikan dari lembaga itu sendiri karena dalam pendidikan tidak pernah lepas dari asas-asas social dan kedaan social masyarakat juga sangat menentukan dari tujuan pendidikan itu sendiri. Ketiga sebagai media pelatihan guru agar para pendidik ini bisa menyesuaikan pembelajaranya dengan lingkuangnya minimal dalam kelas unutk mencapai tujuan pembelajaran. Kempt sebagai alat perkembangan social yakni sebagai media bagaimana membentuk moral, karakter dan karakter peserta didik yang mempunyai social tinggi, bukan menjadi manusia-manusia individualis.
Dari beberapa fungsi yang sudah dipaparkan diatas palingtidak kita sudah mengetahui bagai mana fungsi sosiologi dalam dunia pendidikan islam, ternyata begitu luas dan multi fungsi sosiologi dalam pendidikan islam, tidak hanya terbatas pada suatu kajian disiplin ilmu akan tetapi mencakup segala aspek baik secara teoritis maupun praksis. Sebab dalam lembaga pendidikan islam tidak hanya ada satu individu akan tetapi terdiri dari banyak individu yang mana antara yang satu dengan yang alain salaing berhubungan.

Pendidikan islam mempunyai peran aktif dalam menciptakan generasi yang mampu berinteraksi sosial dengan baik, sebaliknya sosiologi memberikan informasi ke dalam dunia pendidikan tentang nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Pendidikan Agama Islam mengenalkan kepada peserta didik tentang nilai-nilai yang terdapat dalam Agama Islam agar kelak ilmu yang dimiliki dan kemudian diamalkan sesuai dengan nilai-nilai dan ajaran keagamaan meskipun tidak secara mayoritasmasyarakat Indonesia adalah islam akan terapi sebuah nilai.
Pendidikan islam bisa dianggap berhasil ketika peserta didik mempunyai kemampuan dan potensi untuk dimanfaatkan oleh dirinya, masyarakat, agama, bangsa, dan negara. Di sinilah letak hubungan fungsionalitas dan korelasi antar pendidikan islam dengan sosiologi, karena sosiologi membahas tentang interaksi sosial di masyarakat. Keberhasilan dalam pendidikan agama Islam tidak hanya bisa ditentukan dengan struktur nilai yang disimbolkan dengan angaka, melainkan lebih ditentukan oleh kehidupan interaksi social sehari-hari yang terjadi di sekolah, baik antar masyarakat, sekolah maupun antara sekolah dengan masyarakat sekitar dengan nilai-nilai keislaman.
Oleh karena itu sosiologi mempunyai kontribusi penting bagi pendidikan Agama Islam dalam kaitannya dengan penerapan agama dalam kehidupan bermasyarakat. Sesungguhnya studi sosiologi sangat penting untuk kita sebagai makhluk sosial. Diri kita sendirilah yang menjadi objek kajian sosiologi karena kita selalu berinteraksi dengan orang lain. Kita juga sebagai manusia yang berbudaya yang memiliki norma, nilai dan tradisi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kontribusi sosiologi terhadap pendidikan agama Islam sebagai berikut:
1. Mengenalkan kepada peserta didik sebagai sosok individu muslim yang hidup di tengah-tengah masyarakat.
2. Sosiologi mengenalkan kepada peserta didik muslim tentang masyarakat prural yang ada di masyarakat, bahwa terdapat kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda dengan agama yang dianut.
3. Sosiologi mengajarkan peserta didik bahwa dengan perbedaan itu bukan pemicu konflik, melainkan keragaman budaya yang mesti ada, dengan keragaman budaya tersebut justru menjadi pemicu untuk mengembangkan potensi yang ada. Dengan bantuan sosiologi, kita akan semakin memahami pula norma, tradisi, keyakinan, pranata sosial dan nilai-nilai keagamaan yang dianut oleh masyarakat lain dan memahami perbedaan-perbedaan yang ada tanpa hal itu menjadi alasan untuk timbulnya konflik diantara anggota masyarakat yang berbeda.
4. Sebagai generasi penerus bangsa dan pemeluk agama Islam yang taat, maka peserta didik dituntut untuk lebih peka terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat, kritis terhadap gejala sosial yang dewasa ini makin pelik, serta mampu mengambil langkah dan tindakan yang tepat untuk pemecahan masalah. Hal ini akan sulit tercapai jika kita hanya mempelajari agama tanpa mempelajari keadaan sosial masyarakat.
5. Dengan mempelajari sosiologi maka kita bisa mencari solusi-solusi tepat agar agama dapat di terima oleh masyarakat.
6. Kebijakan-kebijakan pemerintah tentang agama haruslah berdasarkan data sosial yang ada untuk kemudian menjadi salah satu bahan referensi utama dalam pembuatan kurikulum pendidikan Agama Islam.

FILSAFAT GERAKAN REVOLUSIONER

Manusia harus mempunyai pedoman, agar hidupnya terarah. Agar tidak goyah menghadapi rintangan-rintangan yang dihadapi dalam proses perjalanan hidup. Oleh karena itu setiap aktifitas hidup pun perlu dibimbing oleh pedoman atau teori yang ada.
Dunia pergerakan sebagai sebuah profesi revolusioner yang telah atau sedang dan yang akan kita geluti untuk membebaskan rakyat dari penindasan dan penghisapan kaum penindas pun memerlukan panduan berupa logika berpikir, tentunya logika berpikir yang sudah teruji keampuhannya dalam merontokan sistem penindasan. Adagium Rusia berkata: " Tidak ada gerakan revolusioner tanpa teori revolusioner “, adalah benar tentunya.
Persoalan logika berpikir adalah masalah hubungan antara pikiran dan keadaan, atau antara ide (pikiran) dengan materi. Antara mana yang lebih dahulu (primer) dan sekunder antara ide dan materi? Dengan logika berpikir maka kita akan bisa memilah persoalan, membuat prioritas-prrioritas tentang hal-hal yang mendesak yang harus dilakukan seorang aktivis gerakan untuk perubahan.

Jawaban atas pertanyaan ini membagi dua aliran filsafat yaitu: Idealisme dan Materialisme.

Idealisme memandang bahwa ide lebih dahulu (primer), kemudian disusul oleh materi (sekunder).
Materialisme memandang sebaliknya. Materi dahulu (primer), baru melahirkan ide (sekunder)

IDEALISME
Filsafat idealisme terbagi menjadi dua sebagai berikut :
Idealisme Obyektif yaitu idealisme yang memandang bahwa terdapat ide yang berada dI luar eksistensi manusia dan alam semesta. Semua yang material adalah hasil karya ide yang berada di luar manusia. Segala fenomena alam maupun fenomena sosial adalah hasil rekayasa ide obyektif tersebut. Hegel menyebut ide di luar manusia itu sebagai “ide Absolut” yang tidak terbatas pada/oleh ruang/tempat atau waktu. Jadi bersifat kekal immanen. Dalam kehidupan sehari-hari pemikiran Idealisme Obyektif mengambil bentuk penumpuan segala sesuatu kepada apa yang disebut dengan tuhan, dewa, dan kekuatan- kekuatan ghaib lainnya. Logika Mistik adalah salah satu bentuk filsafat Idealisme Obyektif.
Idealisme Subyektif yaitu idealisme yang memandang bahwa dunia materi adalah sensasi-sensasi manusia, sedangkan pikiran dan perasaan adalah satu-satunya zat (substansi) yang riil. Orang yang selalu menumpukan harapan-harapan kepada ide manusia adalah contoh orang yang idealis subyektif.
Idealisme Obyektif menyangkal adanya dunia materil yang obyektif dan mengakui dunia yang riil hanya dalam sensasi manusia.

MATERIALISME
Filsafat materialisme memandang bahwa materi lebih dahulu ada (primer) sedangkan ide atau pikiran adalah sekunder. Dengan kata lain materialisme mengakui bahwa materi menentukan ide, bukan ide menentukan materi.
Contoh : Karena meja atau kursi secara obyektif ada maka orang berpikir tentang meja dan kursi. Bisakah seseorang memikirkan meja atau kursi sebelum benda yang terbentuk meja dan kursi belum atau tidak ada.

Filsafat Materialisme terbagi menjadi 4 (empat) :
a. Materialisme Primitif
Faham materialisme yang berkembang pada zaman Yunani Kuno kira-kira 600 tahun sebelum masehi. Secara ilmiah masih sederhana tetapi merupakan cikal bakal dari paham materialisme. Materialisme primitif inilah berperan dalam perkembangan paham Materialisme selanjutnya.

b. Materialisme Mekanik
Materialisme mekanik memandang bahwa setiap gejala bagaikan mesin segala macam gerak dipandang hanya sebagai gerak mekanik yaitu pergeseran tempat dan perubahan jumlah saja tanpa perubahan secara kualitatif. Seperti gerak pada putaran rantai sepeda.

c. Materialisme Metafisik
Materialisme metafisik memandang bahwa :
gejala alam sebagai suatu yang kebetulan saja.
tidak ada saling hubungan antara materi (materi terpisah- pisah).
gejala alam adalah diam, tidak bergerak, berhenti, statis, mati dan tidak berubah-ubah.
Proses perkembangan materi sebagai proses sederhana, tidak ada perubahan kuantitatif ke perubahan kualitatif.

d. Materialisme Dialektika (Dialectica Materialism--DIAMAT)
Matrialisme Dialektika adalah materialisme yang memandang segala sesuatu selalu berkembang sesuai dengan hukum-hukum dialektika. Hukum Dialektika: Hukum tentang saling hubungan dan perkembangan gejala-gejala yang berlaku secara obyektif di dalam dunia semesta.


POKOK-POKOK PANDANGAN MATERIALISME DIALEKTIKA
A. DUNIA ADALAH MATERIL
Segala macam gejala yang ada di dunia mempunyai satu dasar yaitu materi. Dunia semesta ini pada dasarnya adalah materil dan dunia materil adalah satu-satunya dunia yang nyata (riil)

DEFINISI MATERI
Secara filsafat
Segala sesuatu yang ada di luar dan tidak tergantung pada kesadaran manusia; Tidak dicipta dan dikendalikan oleh sesuatu ide apapun dan dapat menimbulkan sensasi serta melahirkan refleksi di dalam fikiran manusia.

Secara ilmu alam (fisika)
Fisika hanya memandang materi yang ada di alam ini dari struktur (susunan) dan organisasinya. Misalnya: Kapur terdiri dari unsur kimia zat perekat, zat pewarna dan kalsium. Masing-masing unsur kimia mempunyai komposisi zat perekat 14 %, pewarna 6% dan kalsium 80%. Pengertian materi secara fisika hanya sebatas hal-hak tersebut.
Pengertian materi secara filsafat berdasarkan saling hubungan antara keadaan dengan fikiran, antara obyek dengan subyek. Sedangkan pengertian materi secara fisika berdasarkan tingkat perkembangan pengetahuan manusia terhadap alam. Kembali kita bicara tentang kapur tulis tadi. Ilmu Pengetahuan manusia hingga saat masih belum menemukan adanya zat atau unsur kimia baru dalam komposisi tertentu di dalam susunan kapur tulis. Oleh karena itu, maka kapur tulis dalam Fisika disimpulkan berdasarkan tingkat pengetahuan manusia itu tadi, kapur tulis yaitu terdiri dari 14% zat perekat, 6% zat pewarna dan 80% kalsium.
Jadi pengertian materi secara filsafat lebih luas dan bersifat umum, tidak sebatas benda-benda atau proses alam saja, tetapi juga termasuk fenomena-fenomena sosial. sedangkan pengertian materi secara fisika hanya sebatas tentang benda-benda atau fenomena alam saja.
Pengertian materi secara filsafat bersifat mutlak dan abadi karena bagaimanapun majunya pengetahuan manusia tidak akan mengubah kebenaran bahwa materi itu eksis secara obyektif dan tidak tergantung pada kesadaran manusia, sedangkan pengertian materi secara fisika bersifat relatif dan sementara karena bergantung pada perkembangan pengetahuan manusia.

DEFINISI IDE
Materialisme berpendapat bahwa ide (pikiran) lahir dan ditentukan oleh materi, keberadaan ide adalah sekunder.
Dua hal tentang ide :
Ide dilahirkan semacam materi tertentu yang akrab disebut otak atau organisme sistem saraf yang telah mencapai tingkat perkembangan yang paling tinggi, karena tanpa otak maka tidak akan ada ide atau fikiran.
Otak atau sistem urat saraf adalah hasil tertinggi dari proses perkembangan alam materil.
Ide adalah pencerminan (refleksi/manifestasi) dari kenyataan obyektif. Ide adalah dunia materil yang dicerminkan otak manusia dan diterjemahkan dalam bentuk-bentuk piikiran. Pencerminan hanya bisa terjadi dengan adanya kontak langsung antara kesadaran manusia dengan luar (materil) dengan adanya praktek sosial manusia. Oleh karena itu ide juga merupakan proses perkembangan praktek sosial manusia.

PERAN DAN AKTIF IDE
Walaupun Materialisme Dialektika berpendirian bahwa materi adalah primer dan ide adalah sekunder namun tidak mengabaikan peranan aktiif ide terhadap (perkembangan) materi dalam arti :
Ide adalah pencerminan diri kenyataan obyektif. Pencerminan disini bukanlah pencerminan yang sederhana dan langsung tetapi merupakan pencerminan yang aktif melalui pemikiran yang rumit (canggi) sehingga dapat mencerminkan kenyataan obyektif apa adanya secara keseluruhan. Karena adanya peranan aktif ide, maka manusia dapat mengembangkan cara atau alat (perkakas) untuk memperbesar kemampuan dalam mengenal atau mencerminkan maupun mengubah keadaan.
Dalam mengenal dan mengubah keadaan materil manusia melakukannya dengan sadar untuk memenuhi kebutuhan praktek sosialnya. Ide revolusioner inilah yang mencermminkan hukum-hukum perkembangan kenyataan obyektif, memainkan peranan pendorong perkembangan keadaan.
Jadi, ide tergantung pada materi. Ide bisa menjangkau ke depan melampaui materi tetapi tidak bisa telepas dari materi. Materi menentukan ide, tetapi ide mempengaruhi perkembangan materi. Disinilah letak peranan aktif ide dalam praktek.
Praktek adalah aktifitas manusia mengenal dan mengubah keadaan materi. Praktek mempunyai kedudukan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kehhidupan manusia. Dengan praktek manusia melahirkan ilmu pengetahuan, menguji dan mengembangkannya. Perkembangan dan kemajuan teori ditentukan oleh sejauh mana kemajuan praktek. Disinilah letak dialektika antara teori dan praktek.

B. DUNIA MATERIL ADALAH SATU KESATUAN ORGANIK
Terdapat saling hubungan secara organik, saling bergantungan, saling mempengaruhi, saling menentukan satu sama lain pada dunia materil.
Contoh: Siapa yang berani mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara tumbangnya Soeharto dengan naiknya harga-harga barang atau dengan semaraknya gerakan mahasiswa di berbagai kota? Krisis ekonomi global yang juga melanda Indonesia ditandai dengan melonjaknya harga sembako telah mendorong mahasiswa untuk turun ke jalan-jalan untuk memprotes penguasa yang korup dan nepotis. Bukankah bertambah parahnya ekonomi Indonesia disebabkan karena tidak beresnya sistem politik yang dilanggengkan Soeharto. Oleh karena itu, Soeharto harus digulingkan lebih dulu dan sistem politik harus dibenahi. Dengan harapan bahwa kalau sistem politik sudah benar maka tidak ada lagi kesempatan bagi penguasa untuk melakukan korupsi yang menyengsarakan rakyat.

Saling hubungan gejala-gejala adalah obyektif
Saling hubungan gejala-gejala adalah suatu hukum yang obyektif berlaku di dunia semesta ini. Saling hubungan bukan merupkan terkaan atau buatan manusia. Saling hubungan memang ada secara obyektif. Oleh karena itu saling hubungan gejala-gejala bukan perwujudan dari ide-ide atau pikiran manusia dan sebagainya. Saling hubungan gejala-gejala tidak tergantung pada kesadaran manusia.

Segala sesuatu ditentukan oleh keadaan, tempat dan waktu
Dengan mengakui bahwa saling hubungan gejala-gejala sebagai sebuah kenyataan obyektif maka kita juga harus mengakui bahwa segala sesuatu gejala juga tergantung pada keadaan, tempat dan waktu.
Contoh: Kita tidak akan melakukan gerakan politik klandestin/bawah tanah sebelum Soeharto rontok jika kondisi Indonesia saat itu sudah demokratis. Karena kondisi Indonesia pada era Soeharto represif maka kita bergerak dengan strategi illegal.
Contoh lain: Tidak mungkin di negara barat kita mamaksakan agar hukum/adat timur dipakai disana sementara orang barat masih cinta dan mempertahankan adat tersebut.

C. DUNIA MATERIL SENANTIASA BERGERAK DAN BERKEMBANG
Dunia materil senantiasa bergerak dan berkebang sesuai keadaan, tempat dan waktu.
Gerak materi adalah gerak sendiri
Karena gerak adalah bentuk keberadaan yang tidak bisa dilepaskan dari materi maka dapat dikatakan bahwa materi mempunyai gerak sendiri sebab esensi materi adalah gerak (intern materi) yang paling menentukan, sedangkan gerak ekstern hanya mempengaruhi saja.
Contoh: Dalam suhu 50 derajat Celcius selama 21 hari maka telur akan menetaskan anak ayam, sedangkan dalam suhu dan waktu yang sama, batu tidak mungkin akan menetaskan anak ayam.
Ini artinya bahwa setiap materi mempunyai sifat gerak sendiri-sendiri yang tidak bisa disa makan dengan materi yang lain. Jadi, gerak dalam (faktor intern) yang paling menentukan, sedangkan gerak luar (faktor ekstern) hanya syarat saja.


Diam adalah salah satu bentuk gerak
Kita yakin bahwa materi senantiasa bergerak dan berkembang, namun tidak menutup kemungkinan adanya keadaan materi yang 'diam'. Diamnya materi bukan berarti materi itu berhenti bergerak atau materi itu telah hilang sifatnya yang esensial. Tapi 'diam'nya materi disebabkan terjadinya keseimbangan antara gerak dalam materi (faktor intern) dengan gerak luar (faktor ekstern). Artinya, ada kesamaan kualitas antara gerak dalam dengan gerak luar.
Contoh: Seandainya aku mendorongkan kepalku ke tembok dengan kekuatan 2 tenaga kuda sedangkan tembok tidak juga jebol, maka kita dapat menyimpulkan bahwa kemungkinan tembok mempunyai kekuatan lebih atau sama dengan 2 tenaga kuda. Sehingga akibatnya tembok tidak jebol. Coba kalau kekuatan tembok di bawah 2 tenaga kuda. Bisa dipastikan temboknya jebol.
Contoh lain: Bisakan kita bayangkan Paket 5 UU Politik dan Dwifungsi ABRI dicabut sementara kekuatan revolusioner yang menuntut hal itu masih lemah? Atau kalah dengan kekuatan kaum Reaksioner Habibie-Wiranto yang pro satus quo. Mengapa Paket 5 UU Politik tidak dicabut? Tentu jawabnya adalah karena kekuatan revolusioner masih lemah, kecil atau mungkin karena kekuatan revolusioner masih seimbang dengan kekuatan reaksioner pro kekuasaan. Lemahnya kekuatan revolusioner ini karena tidak adanya tuntutan yang sama dalam gerakan revolusioner itu sendiri. Ada yang menghendaki Dwifungsi ABRI dicabut sekarang juga (PRD, Forkot, Fampred, Komrad, dll) sementara ada yang menghendaki Pencabutan Dwifungsi ABRI dilakukan bertahap selama 6 tahun (Kelompok Ciganjur--Megawati, Amien Rais, Gus Dur dan Sri Sultan HB X). Dan lain-lain.

D. HUKUM DIALEKTIKA MATERIL
Berangkat dari pengertian bahwa HUKUM DIALEKTIKA adalah hukum tentang saling hubungan dan perkembangan gejala-gejala yang berlaku secara obyektif dalam dunia semesta. Maka dapat ditarik benang merah bahwa saling hubungan dan perkembangan materi /gejala-gejala merupakan dua segi dialektika yang tidak bisa dipisah-pisahkan satu sama lainnya.
Ada 3 pokok hukum dialektika materil
1. Tentang Kontradikasi
Hukum tentang kontradiksi merupakan esensi dari hukum dialektika karena kontradiksi (pertentangan) mengungkapkan sumber atau asal-usul dan hakekat perkembangan. Hukum kontradiksi mengajarkan bahwa segala sesuatu terdiri dari bagian-bagian atau segi-segi yang berbeda atau kontradiksi dan gerak atau perkembangan sesuatu itu terutama disebabkan adanya saling hubungan yang berupa persatuan dan perjuangan antara segi-segi yang berkontradiksi yang ada di dalamnya.



1.a. Keumuman Kontradiksi
Hukum kontradiksi adalah umum dan universal. Bahwa dalam fenomena material terdapat kontradiksi-kontradiksi yang terjadi secara umum dalam seluruh proses gerak materi. Setiap hal tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Contoh: Dalam sejarah perkembangan masyarakat kita bisa melihat silih bergantinya kontradiksi yang terjadi. Pada tahap masyarakat Perbudakan terjadi kontradiksi kelas antara Tuan Budak dengan budak; kemudian pada tahap masyarakat Feodal terjadi kontradiksi antara kelas Tuan tanah dengan petani (buruh-tani) dan kontradiksi antara kelas bangsawan feodal dengan kelas borjuis yang koeksistensi dengan kelas proletar. Ketika tahap masyarakat Feodal tumbang dan diganti oleh tahap masyarakat baru yaitu masyarakat Kapitalisme, terjadi pertentangan klas (kontradiksi) antara klas borjuis (kapita lis) dengan klas proletar (buruh).
Dari contoh di atas kita dapat melihat dan sekaligus menyimpulkan bahwa dalam satu keseluruhan proses perkembangan materi senantiasa terjadi kontradiksi atau secara umum bisa dikatakan berlakunya hukum dialektika.

1.b. Kekhususan Kontradiksi
Kontradiksi mempunyai kekhasan yang membedakan hal satu dengan lainnya pada tingkat yang berbeda dari proses perkembangan. Juga mempunyai kekhususan dalam kontradiksi yang membedakan tingkat perkembangan yang satu dari lainnya.
Contohnya: Masih dengan contoh sejarah perkembangan masyarakat. Pada tahap masyarakat Perbudakan terjadi kontradiksi antara budak dengan Tuan Budak, sementara pada tahap masyarakat Feodal terjadi kontradiksi klas tani dengan klas tuan tanah; dan pada tahap masyarakat Kapitalisme, kontradiksi terjadi antara klas Borjuis dengan klas proletar.
Kekhasan / kekhususan kontradiksi dalam contoh di atas adalah ciri khas masyarakat. Perbudakan adalah kontradiksi antara budak dengan Tuan Budak. Tidak bisa disamakan dengan kekhasan masyarakat. Feodal yang bercirikan kontradiksi antara tani dengan Tuan Tanah.
Kalau dalam masyarakat Feodal yang dipertentangkan adalah perihal kepemilikan tanah, maka dalam masyarakat Kapitalis yang dipertentangkan adalah kepemilikan modal dan alat-alat produksi. Dengan kata lain: Khasnya masyarakat Feodal adalah tanah sebagai yang dipertentangkan, sedangkan khasnya masyarakat Kapitalis adalah modal yang dipertentangkan. Dan lain-lain.

1.c. Kontradiksi pokok dan bukan pokok
Kontradiksi pokok adalah kontradiksi yang menjadi poros dan memimpin semua kontradiksi bukan pokok. Dalam penyelesaian kontradiksi, maka kontradiksi pokok diutamakan.
Dalam setiap perkembangan hanya ada satu kontradiksi pokok yang memegang peranan memimpin dan menentukan. Kontradiksi pokok memainkan peranan yang memimpin kontradiksi-kontradiksi lainnya pada satu tingkatan perkembangan tertentu maka ia merupakan dasar persoalan yang harus dipecahkan lebih dulu dan hanya dengan demikian kontradiksi-kontradiksi lainnya baru bisa dan lebih muda diselesaikan.
Walaupun demikian bukan berarti kontradiksi-kontradiksi yang bukan pokok tidak ada peranannya atau pengaruhnya sama sekali terhadap penyelesainnya kontradiksi pokok. Sebaliknya perkembangan kontradiksi-kontradiksi itu mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap penyele saiannya kontradiksi pokok.
Contoh: Era pasca Soeharto tumbang terjadi pertentangan antara Kaum revolusioner/reformis dengan kaum reaksioner--pro satus quo (Habibie-Wiranto). Sementara di dalam tubuh kaum revolusioner/reformis sendiri juga terjadi kontradiksi pendapat--sikap terhadap sistem/penguasa Habibie-Wiranto. Misalnya kontradiksi antara PRD dengan kelompok moderat.
Manakah kontradiksi pokok dan bukan pokoknya?
Kontradiksi pokoknya adalah kontradiksi antara Kaum Revolusioner / reformis dengan kaum Reaksioner-pro status quo. Ini kontradiksi yang harus didahulukan penyelesaiannya. Sedangkan kontradiksi antara kelompok revolusioner/reformis sendiri adalah kontradiksi bukan pokok. Kontradiksi bukan pokok (antara pro-demokrasi) ini harus ditunda dulu. INGAT, bukan diabaikan !. Ketika kontradiksi pokok terselesaikan maka secara otomatis kontradiksi bukan pokok turut terselesaikan.


1. d. Segi-segi yang kontradiksi
Setiap kontradiksi terdiri dari 2 segi yang mmempunyi arti peranan dan kedudukan yang berbeda, ada yang menguasai dan ada yang dikuasai, ada yang memimpin dan yang dipimmpin. Dalam keadaan tertentu dua segi itu berada dalam kedudukan yang seimbang tetapi bersifat relatif dan sementara.
Segi yang berperanan menguasai atau mendominasi dalam seluruh proses perkembangan mempunyai arti yang menentukan kualitas kontradiksi. Segi yang berperanan memimpin pada tingkat-tingkat perkembangan mempunyai arti yang menentukan terhadap arah yang dituju oleh perkembangan kontradiksi itu pada tingkatan tertentu.
Segi yang baru pada awal proses perkembangan kontradiksi masih mudah dan merupkan segi yang dipimpin dan dikuasai. Dalam proses selanjutnya ia akan tumbuh menjadi besar dan kuat sehingga memimpin dan mendominasi. Bila hal ini terjadi berarti kualitas kontradiksi itu telah mengalami peruubahan.
Contoh: Pada Era Soeharto terjadi kontradiksi antara Rezim Soeharto dengan PDI Perjuangan.Ketika Soeharto berkuasa, Soeharto lah yang memimpin, menentukan dan dominan. Tapi ketika Soeharto ambruk, PDI Perjuangan ganti memimpin, mendominasi, menentukan, mengarahkan dan menguasai. Segi yang berkontradiksi dalam contoh tersebut adalah segi Rezim dan satu segi lagi yaitu segi PDI Perjuangan.

2. Tentang Perubahan Kuantitatif ke Perubahan Kualitatif
Hukum perubahan kuntitatif keperubahan kualitatif menerangkan jalannya proses perkembangan segala sesuatu.
Perubahan kuantitatif adalah perubahan jumlah (bertambah/berkurang) susunan, hubungan dan komposisi materi yang berlangsung secara evolusioner sampai pada batas waktu tertentu. Perubahan kuantitatif merupakan syarat untuk menuju keperubahan kuantitatif.
Perubahan kuantitatif menyiapkan perubahan kualitatif dan perubahan kualitatif menyelesaikan perubahan kuantitatif yang lama dan melahirkan serta mengembangkan perubahan kuantitatif yang baru. keduanya berlangsung terus menerus secara bergiliran.

3. Hukum tentang negasi dari negasi
Hukum negasi dari negasi menunjukan orientasi gerak dan perkembangan segala sesuatu. Hukum ini menggungkapkan pergantian kualitas lama dengan dengan kualitas baru dalaam proses perkembangan dan peningkatan dari bentuk-bentuk yang rendah dan sederhana kebentuk yang lebih tinggih dan kompleks.
Perkembangan materi mengulangi tingkat-tingkat yang pernah terlampui tetapi mengulanginya secara lain di atas yang lebih tinggi. Contoh: Dalam sejarah masyarakat bisa kita lihat bagaiamana masyarakat komunis akan menjadi tahap masyarakat yang final setelah terjadi perubahan dari tipe masyarakat sebelumnya, yaitu: Komunal Primitif--Perbudakan--Feodal--Kapitalisme--Sosialisme. Setelah masyarakat sosialis maka lahirlah masyarakat komunis baru yang lebih maju dari tipe masyarakat Komunal Primitif, dan Lain-lain.

E. PENUTUP
Demikianlah Hukum Dialektika Materialis yang mengajarkan pada kaum pergerakan bagaimana menyelesaikan atau mengakhiri suatu konntradiksi yang terjadi dalam masyarakat. Kontradiksi antara rakyat yang tertindas dengan kaum militeris kapitalis yang menindas hanya bisa diselesaikan dengan perubahan kuantitatif dalam hal ini metode perjuangan,teori perjuangan daan strategi taktik perjuangan Kemudian pasti akan disusul dengan Perubahan Kualitatif berupa runtuh atau tumbangnya Masyarakat Militeris-Kapitalis yaitu masyarakat damai, masyarakat yang sosialis.

Kamis, 31 Maret 2011

Pendekatan Sosiologi Pendidikan

Sosiologi pendidikan sebagai disiplin ilmu pengetahuan yang mempelajari secara khusus tentang interaksi diantara individu-individu, interaksi antara kelompok, institusi-institusi sosial, proses sosial, relasi sosial, dimana di dalam dengannya manusia memperoleh dan mengorganisir pengalaman. Hal ini memerlukan suatu pendekatan untuk mewujudkan dan merealisasikan aktivitas sosiologi pendekatan. Menurut Abu Ahmadi, sosiologi pendidikan mempunyai pendekatan sosiologi, bukan pendekatan pendidikan, sedangkan psikologi pendidikan memiliki pendidikan psiko-pedagogis. Pendidikan psikologi masuk dalam ranah psikologi pendidikan. Pendekatan sosiologi sebagai pendekatan sosiologi pendidikan terdiri dari :
1). Pendekatan individu (the individu approach) 2). Pendekatan sosial (the social approach) 3). Pendekatan interaksi (the interaction approach) 4). Warisan kebudayaan (culture heritage)

2.1.1 Pendekatan Individu (The Individual Approach)
Istilah individu berasal dari bahasa latin individium yang berarti tidak terbagi. Dalam sosiologi, individu dipakai untuk menunjuk orang-orang atau manusia atau perorangan, yang berarti satu manusia, bukan kelompok manusia. Individu dibatasi oleh diri sendiri dan tidak terbagi, ibaratnya individu sebagai atom masyarakat, atom sosial. Masyarakat terdiri dari kumpulan individu-individu, sehingga gejala sosial diterangkan dengan gejala individu. Apabila kita dapat memahami tingkah laku individu satu persatu, seperti cara berfikir, perasaan, kemauan, perbuatan, sikap, dan ucapannya, maka akan dapat dimengerti keberadaan suatu masyarakat.
Menurut kajian keilmuan modern, manusia terdiri dari unsur biologis dan psikologis. Unsur biologis terdiri dari unsur daging, kulit, tulang, otot, darah, dan alat yang membentuk jasad. Pembentukan jasad individu berawal dari pertemuan zat ayah (laki-laki) yang disebut sperma dan zat ibu (perempuan) yang disebut ovum, dalam rahim yang membentuk janin (embrio) dan berkembang secara evolusif. Janin berkembang menjadi sempurna selama 9 bulan 10 hari dan lahir sebagai bayi. Dalam perkembangan, kehidupan bayi banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor makanan, baik yang mengandung vitamin maupun protein. Protein sangat mempengaruhi perkembangan intelegensi individu karena jaringan otak dan syarafnya sebagian besar berasal dari protein. Dengan demikian, semakin tercukupi protein individu, semakin berkembang otak dan syaraf-syarafnya. Intelegensi individu sebagai ukuran kecerdasannya. Semakin tinggi tingkat intelegensi individu, maka semakin pula tingkat kecerdasannya dan semakin rendah tingkat intelegensi individu, maka semakin bodi individu tersebut. Faktor kecerdasan dan faktor kebodohan sangat mempengaruhi perbuatan individu. Demikian pula faktor-faktor biologis yang lain, seperti hormon yang bekerja secara normal dalam berbagai indokrinon atau kelenjar-kelenjar buntu, di dalam tubuh manusia. Pada tubuh individu perempuan terdapat hormon genetalion, apabila sudah mulai bekerja normal, akan menimbulkan perubahan-perubahan jasmaniah, seperti tumbuh dan berkembangnya buah dada (glandulanmade) akan mempengaruhi tingkah lakunya seperti orang dewasa. Demikian pula perubahan badan yang terjadi pada jasad individu laki-laki, seperti tumbuh kumis, tumbuh jenggot, badan kekar, mimpi basah, dan sebagainya .
Dari segi psikologis, menurut Julian Huxley seorang Neo-Darwinisme yang sangat terkenal, menyebut manusia sebagai makhluk psycho-social (rohaniah-sosial). Artinya perilaku manusia bukan semata-mata dipengaruhi oleh perubahan secara fisik, tetapi juga dipengaruhi perubahan secara psikis sesuai dengan perkembangan psikis individu. Adalah Arnold Gessel yang telah melakukan eksperimen tentang tingkah laku anak-anak dalam klinik perkembangan anak pada Yale University. Dalam eksperimenya, Gessel tertarik pada anak-anak yang terbelakang yang dilakukan pada tahun 1911. Kemudian pada tahun 1919, ia mengadakan eksperimen dengan menggunakan teknik one way vision screen, yaitu penyelidikan yang dapat melihat anak-anak, tetapi anak tidak dapat melihat penyelidik, dengan media film dan pita rekaman. Kesimpulan Gessel bahwa anak-anak adalah individu-individu yang berbuat, yang hidup, dan berkepribadian. Psikologi tentang tingkah laku manusia yang berkaitan dengan kepribadian adalah teori G. Yung, yang dalam teorinya membagi kepribadian dalam dua golongan besar yaitu: tipe introvert dan ekstrofet. Tipe introvet mempunyai tipe pendiam, rasional, lambat bertindak, kurang rasional, dan serba meriah. Kedua tipe kepribadian ini berkembang di masyarakat, demikian juga di sekolah, kita dapat menjumpai anak-anak yang bertipe kepribadian introvert dan anak-anak yang bertipe ekstrovert. Selain kepribadian, gejala psikologi pada diri individu adalah insting, yaitu sesuatu yang tidak dipelajari, relatif bersifat stereotip dan respon otomatis pada situasi tertentu. Para ahli psikologi awalnya mengadakan percobaan terhadap hewan, misalnya pada jenis burung yang mempunyai kecakapan membuat sarang yang berbeda-beda dan kecakapan tadi selamanya tidak berubah. Jenis semut, rayap dan serangga (tawon) mempunyai kelompok-kelompok dan setiap kelompok mempunyai tugas sendiri-sendiri. Keadaan demikian itu ditentukan oleh pola tingkah laku neural inkeritas sistem urat syaraf hereditair. Konsep insting yang demikian itu oleh para ahli psikologi dibawa dalam kehidupan manusia. Seperti William James, Edward L. Thorndike dan William Mc. Dougel, mereka semua mengidentifikasi insting manusia seperti menetek, gerak tangan pada bayi, mengejapkan mata, bernafas, dan sebagainya. Abu Ahmadi menyebutkan bahwa menurut William James, manusia mempunyai insting lebih dari 30 macam, Thorndike menyebutkan manusia mempunyai insting lebih dari 40 macam sepertim imitasi, menguasai, membangun, ingin tahu, social, dan cinta. Berbeda dengan teori insting, Sigmund Freud yang mengatakan bahwa manusia hanya mempunyai insting tunggal, yaitu libido seksualitas, semua perbuatan manusia pada hakikatnya bersumber dan merupakan manifestasi dan penjabaran daripada libido seksualitas. Insting ini berkembang dari dua dorongan pada diri manusia, yaitu dorongan untuk hidup dan dorongan untuk mati.
Dengan demikian, individu adalah manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas dan lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya, karena dalam diri individu, mausia mempunyai tiga aspek, yaitu aspek organic jasmaniah, aspek psikis rohaniah, dan aspek social kebersamaan. Ketiga aspek tersebutsaling mempengaruhi dan keguncangan pada satu aspek akan membawa pada aspek lainnya. Akibat-akibat tersebut disebabkan oleh: 1) menyimpang dari norma kolektif. 2) kehilangan individualitasnya dan takluk pada kolektif. 3) mempengaruhi masyarakat seperti pahlawan atau pengacau. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa terjadinnya penyimpangan perilaku social atau perubahan pembangunan pada masyarakat berasal dari pengaruh pola tingkah laku individu, oleh karena itu pendekatan individual berpendapat bahwa individual yang primer (utama) dan masyarakat adalah sekunder (kedua) .
Untuk dapat mengerti tata kehidupan masyarakat (kelompok) perlu dibahas tata kehidupan individu yang menjadi pembentuk mayarakat itu, jikalau kita dapat memahami tingkah laku individu satu persatu bagaiman cara berfikirnya, perasaannya, kemampuannya, perbuatannya,sikapnya dan sebagainnya atau tegasnya watak individu, bagaimana mefasilitasi individu, begitulah seterusnya. Maka akhirnya dapat dimengerti bagaimana kelompok (masyarakat), maka dapatlah dimengerti tingkah laku masyarakat seluruhnya sampai pada tingkah laku Negara ( misalnya kepribadian Negara)
Individu sebagai titik tolak ditentukan atau di pengaruhi oleh dua macam faktor intern dan extern.
Faktor intern meliputi faktor-faktor biologis dan psikologis, sedangkan faktor extern mencakup faktor-faktor lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Maka didalam approach individu menitik beratkan kepada faktor-faktor biologis dan psikologis yang mendeterminir tingkah laku seseorang. Kedua faktor itulah yang primer sedangkan faktor lingkungan sekitar fisik dan miliu sosial merupaka faktor sekunder.
2.1.1.1 Faktor biologis Pada Tingkah Laku Manusia
Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia. Pentingnya kita memperhatikan pengaruh biologis terhadap perilaku manusia seperti tampak dalam dua hal berikut .
1. Telah diakui secara meluas adanya perilaku tertentu yang merupakan bawaan manusia, dan bukan pengaruh lingkungan atau situasi.
2. Diakui pula adanya faktor-faktor biologis yang mendorong perilaku manusia, yang lazim disebut sebagai motif biologis. Yang paling penting dari motif biologis adalah kebutuhan makan-minum dan istirahat, kebutuhan seksual, dan kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya.
Faktor-faktor biologi yang lain, yang tidak dapt disangkal pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia ialah bekerjanya secara normal dari pada hormon-hormon berbagai endrokinon atau kelenjar-kelenjar buntu di dalam tubuh manusia. Misalnya pada anak-anak putri yang hormone-hormon genelitahnya sudah mulai bekerja menimbulkan perubahan-perubahan jasmaniah, misalnya tumbuh dan berkembangnya buah dada (glandula mamae), maka sifat-sifat dan tingkah lakunya akan menjadi sifat-safatorang dewasa. Demikian jga pada anak laki-laki. Kurang atau lebih bekerjanya dari pada hormone-hormon endrokinan pada tubuh manusia akan menyebabkan kelainan-kelainan atau abnormalitas tingkah lakunya, selain dari pada pertumbyhan fisik yang abnormal pula.
2.1.1.2 Faktor Psikologi Pada Tingkah Laku Manusia
Kita dapat mengkalsifikasikannya ke dalam tiga komponen .
1. Komponen Afektif merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya.
2. Komponen Kognitif Aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.
3. Komponen Konatif Aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
Pengaruh psikologi pada biologis semula bersifat semiphilosophis dan abstark, misalnya pada sciense of mind (pengetahuan tentang proses berfikir). Tetapi sebaliknya ketika terbit buku Darwin, Origin of Species pada tahun 1859 biologi berpengaruh besar pada psikologi. Misalnya dengan pesatnya studi tingkah laku hewan, maka terjadilah pengetrapannya pada studi tentang manusia, yaitu tingkah laku manusia dijabarkan dengan tingkah laku hewan. Suatu contoh misalnya pada tingkah laku insekta semut, burung, terdapatlah suatu tingklah laku yang sebagian besar dideterminir oleh instincet sesuatu yang tidak di pelajari, relative bersifat sterotypis, dan response otomatis pada situasi tertentu. Misalnya pada jenis hitam kecil, bila diketuk akan terkejut semut-semut tadi kelihatan duduk. Pada jenis-jenis burung mempunyai kecakapan membuat sarang yang berbeda-beda, dan kecakapan-kecakapan tadi selamanya tidak berubah burung tempua misalnya sarangnya mesti begitu, burung perkutut sarangnya mesti kelompok-kelompok dan tiap-tiap kelompok itu terdiri atas semut-semut atau rayap-rayap yang sama bentuknya. Keadaan yang demikian itulah dideterminir oleh syaraf hereditaer. Mereka itu mempunyai dorongan atau drifes untuk berbuat karena menghadapi sesuatu situasi timbullah perbuatan instinctifnya.

2.1.2 Pendekatan Sosial (The Social Approach)
Secara pribadi, manusia merupakan mahluk individual, tetapi dalam kenyataannya, sejak kelahiran manusia itu sendiri, sebenarnya menunjukkan sebagai makhluk sosial. Dan dapat dipisahkan dengan keluargannya, familinya, masyarakatnya, dan kelompoknya. Sejak awal manusia dalam perkembangannya sedah memiliki lingkungan tersendiri, sesuai dengan prinsip pertumbuhan dan perkembangan manusia. Dari segi bahasa, manusia mampu menciptakan lingkungan tersendiri; dari segi umur, sudah memiliki masyarakat sendiri; dari segi pekerjaan, status sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Manusia tidak dapat hidup diluar lingkungannya. J.J rosseu menyatakan bahwa yang mendorong manusia untuk hidup bergaul adalah kebutuhan hidupnya yang selalu diusahakan setiap saat dan setiap hari. Kebutuhan itu tidak hanya bergaul, akan tetapi yang lebih penting lagi adalah ketergantungan antara satu dengan yang lainnya. C.A Elwood dalam bukunya The Psikology of Human Society menyatakan bahwa ada tiga unsur biologis yang menyebabkan manusia bisa hidup bermasyarakat dan saling bergantung, yaitu dorongan untuk makan, dorongan untuk mempertahankan diri, dan dorongan untuk pelangsungan jenisnya.
Pendekatan sosial beranggapan bahwa tingkah laku individu secara mutlak ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaan, dimana individualitas tenggelam dalam sosialitas manusia. Individu-individu yang menyimpang dari pola tingkah laku masyarakat, dianggap sebagai individu-individu yang yang abnormal dan akan dikeluarkan dari masyarakatnya. Masyarakat memiliki teknik untuk bisa mempengaruhi individu serta takhluk pada norma dan etika sosial. Berdasarkan interaksi individu dengan masyarakatnya, ditemukan proses sosialisasi (penyesuaian diri). Menurut Wodworth bahwa manusi dalam tahap proses penyesuaian diri dalam lingkungannya selalu mengalami empat proses :
1. Individu dapat pertentangan dengan lingkungannya
2. Individu dapat menggunakan lingkungannya
3. Individu dapat berpartisipasi dengan lingkungannya
4. Individu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya
Tahap penyesuaian diri dengan lingkungannya merupakan tahap puncak dari setiap individu dalam interaksi individu dengan lingkungannya. Menurut H. Bonner, yang dimaksud dengan interaksi sosial adalah hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain dan sebaliknya. Interaksi sosial dapat dilaksanakan melalui imitasi (peniruan), sugesti (dimana individu menerima cara/pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu). Identifikasi, yaitu upaya untuk menyamankan/menyesuaikan diri sesuatu yang dianggap mempunyai keistimewaan, simpati, yaitu, tertariknya orang satu terhadap orang lain melalui perasaan. Interaksi sosial dengan berbagai teknik tersebut adalah suatu tindakan untuk menyesuaikan diri. Ada dua model dalam penyesuaian diri. Pertama adalah model auto plastic, yaitu merubah diri kita sesuai dengan lingkungannya. Seorang urban yang berhasil adalah yang dapat meninggalkan kebiasaan di desa dan menyesuaikan diri dengan keadaan masyarakat kota. Kedua, model alloplastic, yaitu mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan kita, seseorang yang pindah disuatu tempat dan tetap mempertahankan kebiasaannya sehingga tempat yang baru menyesuaikan dirinya.
2.1.3 Pendekatan Interaksi (The Interaction Approach)
Menurut H. Bunner dalam bukunya social Psychology, sebagaimana diikuti oleh Gerungan, mengemukakan bahwa yang disebut dengan interaksi sosial adalah hubungan antar dua atau lebih individu manusia, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya. Devinisi ini menekankan akan kelangsungan timbal balik interaksi sosial antara dua atau lebih manusia. Interaksi sosial yang dilakukan oleh individu bermaksud untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan afeksi, kebutuhan inklusi, atau kebutuhan control. Yang dimaksud dengan kebutuhan afeksi adalah kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, yang dimaksudkan dengan kebutuhan inklusi adalah kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan mempertahankannya. Sedangkan yang dimaksud dengan kebutuhan control adalah kebutuhan akan pengawasan dan kekuasaan.menurut Gillin dan Gillin dalam bukunya Cultural Sociology, sebagaimana yang yang dikutip oleh Soerjono soekanto dalam bukunya, Sosiologi, suatu pengantar mengatkan bahwa interaksi sosial adalah hubungan orang-perorang, atau antar kelompok-kelompok manusia. Gilin menekankan pada interaksi sosial lebih daripada bentuk interaksi .
Menurutnya interaksi sosial bersifat dinamis dalam bentuk 1). hubungan orang perorang, 2). Antar kelompok manusia. 3). Antara orang perorang dan kelompok amnesia. George Sammel menjelaskan tentang model interaksi ini, bahwa masyarakat atau kelompok tidak dipandang dalam keadaan terlepas dari akal pikiran dan maksud dari orang yang membentuknya. Hakikat hidup dalam bermasyarakat adalah menemukan relasi yang mempertemukan mereka dalam usaha bersama pencarian rekreasi, pendidikan, bertemu, makan bersama, tawar menawar dan sebagainya. Masyarakat sebagai pusat relasi selalu menempatkan diri dalam natural, yakni berjalan apa adanya, sesuai dengan hokum berpasangan, seperti siang dan malam, laki-laki dan perempuan, baik dan buruk, perintah dan melaksanakan, atasan dan bawahan, bertanya dan menjawab, berbicara dan mendengar dan sebagainya.
Model-model interaksi diatas, sangat dipengaruhi oleh factor-faktor internal social seperti: imitasi, sugesti, identifikasi, simpati dan motivasi. Banyak interaksi social yang dijadikan model oleh individu, ketika ia menemukan kecocokan dan ketepatan. Seorang yang mengagungkan orang lain akan meniru tindakan dan perkataannya.
Factor pertama adalah imitasi. Yang dimaksud dengan imitasi adalah tindakan seseorang meniru orang lain, baik sikap, penampilan, dan gaya hidupnya dan bahkan semua yang dimilikinya. Menurut Gabriele Tarde, bahwa semua yang berhubungan dengan sosialberakar pada proses imitasi. Dengan kata lain imitasi adalah meniru.
Faktor kedua adalah sugesti. Yang dimaksud dengan sugesti adalah suatu proses penerimaan pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. Terjadinya sugesti ketika rangsangan atau stimulus diberikan oleh seorang individu kepada individu yang lain sedemikian rupa, sehingga orang yang diberi sugesti tersebut menurut atau melaksanakan apa yang dirangsangnya tanpa berfikirsecara kritis dan rasional. Sugesti akan membawa kepada orang untuk lupa berpikir, pikiran terpecah-pecah, tertekan kelompok mayoritas, dan karena percaya.
Faktor ketiga adalah identifikasi. Yang dimaksud dengan identifikasi adalah keinginan untuk menyamakan/menyesuaikan diri terhadap sesuatu yang dianggap mempunyai keistimewaan. Istilah identifikasi timbul dari psikologi Sigmund Freud mengenai seorang anak yang belajar norma-norma sosial dari orang tuanya. Anak akan belajar hidup dan kehidupan dari orang tuanya yang dianggap sebagai orang dewasa yang dianggap mempunyai kelebihan. Anak akan menganggap dirinya sudah dewasa, apabila telah melakukan seperti apa yang dilakukan oleh orang tuanya, sehingga anak akan mengidentifikasi dirinya sebagai orang dewasa.
Faktor keempat adalah, simpati. Yang dimaksud dengan simpati adalah, suatu proses kejiwaan dimana seorang individu wibawanya atau perbuatannya. Perasaan simpati bisa disampaikan kepada seseorang atau sekelompok orang, atau suatu lembaga formal pada saat-saat khusus, seperti peringatan ulang tahun, lulus ujian, kenaikan jabatan atau pada momen-momen penting seperti: melahirkan, pernikahan dan sebagainya. Dengan demikian, simpati dapat berkembang dalam suatu relasi kerjasama antar dua orang atau lebih jika diantara mereka saling mengerti.
Faktor kelima adalah motivasi. Yang dimaksud dengan mootivasi adalah dorongan, rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang diberikan oleh seorang individu kepada individu lainnya, sehingga seorang menuruti atau melaksanakan sesuai dengan motivasi tersebut secara kritis, rasional, dan penuh rasa tanggung jawab. Motivasi dapat diberikan dari individu kepada kelompok, kelompok kepada kelompok lain, atau kelompok kepada individu. Sebagai contoh, seorang anak mau belajar keras karena termotivasi oleh orang tuanya akan diberikan mainan. Sebuah organisasi politik mau mendukung pencalonan presiden karena termotivasi jabatan. Seorang mahasiswa rajin masuk kuliah karena termotivasi oleh dosen yang ideal.
Dengan adanya interaksi manusia sejak lahir, telah mempengaruhi tingkah laku orang lain, seperti orang tua, keluarga, dan benda-benda yang ada disekitarnya. Oleh karena itu, situasi interaksi adalah situasi hubungan sosial. Tanpa menginteraksikan diri manusia tidak mungkin dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. Kesimpulan dari pendekatan interaksi ini adalah bahwa untuk mengetahui tingkah laku manusia, harus dilihat dari individu dan masyarakat.
2.1.4 Warisan Kebudayaan (Culture Heritage)
Ada beberapa pendapat tentang akar kata “budaya”, tetapi mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Pertama, kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, buddhayah, sebagai bentuk jamak dari budhi, yang berarti budi atau akal. Kedua, kebudayaan berasal dari kata majemuk “budi” dan “daya”, menjadi budaya. Kata “budaya” mendapat awalan ke- dan akhiran -an menjadi kebudayaan yang berarti hasil, dari cipta, rasa, dan karsa. Ketiga, kebudayaan merupakan terjemahan dari culture (bahasa Belanda), culture (bahasa Inggris), colere (Bahasa latin), tsaqofah (bahasa Arab), yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam, termasuk dalam arti kebudayaan .
Untuk membandingkan arti kebudayaan yang berasal dari bahasa, dan pengertian yang berbeda, perlu mengumpulkan pengertian kebudayaan dari para ahli dengan latar belakang dan titik penekanan yang berbeda. Adalah Al Krober dan C Klucklion dalam bukunya yang berjudul Culture : A Critical Review of Concept and Definition yang diterbitkan pad tahun 1952, menyebutkan bahwa ada 160 macam definisi tentang kebudayaan, Analisis Al Krober tersebut diambil dari beberapa buku dengan penulis yang berbeda, kemudian dianalisis, dicari intinya, dan diklasifikasikan, sesuai dengan latar belakang bidang keilmuan. Hal ini menunjukkan bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang terus berkembang, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dicapai manusia. Di masa mendatang, masih ada kemungkinan untuk mengembangkan definisi kebudayaan, karena kemajuan budaya manusia itu sendiri senantiasa berkembang.
Ada sejumlah ahli yang mempunyai perhatian besar dan telah berhasil merumuskan definisi kebudayaan sebagai berikut :
a. EB Taylor dalam bukunya : Primitive Cultural mendifinisikan kebudayaan sebagai that complex whole which included knowledge, belief, art, moral, law, custom, and any othercapabilities and habits acquired by man as a member of society ( kebudayaan adalah mempunyai sifat kompleks, di dalamnya berisi tentang pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dana lain sebagainya. Termasuk kebijaksanaan yang diperoleh manusia dari masyarakat).
b. Menurut Sutherlend dan Woodword, kebudayaan adalah culture include anything that can be communication from and generation to another. The culture of a people in their social heritage, complex whole which include knowledge, belief, art, moral, law, technique, of forfabrication and usedand mode of communication ( kebudayaan adalah sesuatu yang pantas untuk dikomunikasikan dari generasi satu ke generasi yang lain, kebudayaan masyarakat adalah warisan sosial, bersifat kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan kepercayaan, seni, moral, hukum, teknik pembuatan makanan yang dapat dipakai sebagai cara komunikasi).
c. Menurut Raucek dan Warren, kebudayaan adalah sebagai satu cara hidup yang dikembangkan oleh sebuah masyarakat guna memenuhi keperluan dasarnya untuk dapat bertahan hidup, meneruskan keturunan dan mengatur pengalaman sosialnya.
d. Menurut Hassan Shadily, kebudayaan berarti keseluruhan dari hasil manusia hidup bermasyarakat, berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama menusia sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, moral, hukum, adat istiadat dan lain-lain.
e. Menurut Koentjoroningrat, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Berdasarkan beberapa definisi kebudayaan di atas, membuka wacana kita untuk menghormati, menghargai, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan. Kebudayaan pada hakikatnya adalah fitrah manusia yang dijabarkan dalam kegiatan kehidupan sebagai pengemban amanah, mengelola bumi dan isinya yang dijadikan pijakan hidup manusia. Tugas-tugas kemanusiaan yang bersumber pada nilai-nilai agama, pikiran manusia, alam, warisan, pengalaman sosial, terintegrasi dalam diri manusia. Kebudayaan menjangkau seluruh aspek kehidupan manusia yang serba kompleks. Linton secara umum membagi kebudayaan menjadi bebarapa bagian :
a. Cultural Universal : mata pencaharian, kesenian, agama, hukum, moral, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.
b. Cultural Activities : kegiatan kebudayaan, misalnya mata pencaharian, terdapat kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, perdagangan, perindustrian, dan sebagainya.
c. Traits Complex : bagian dari cultural complex, seperti pertanian, terdapat irigasi, pengolahan sawah, masa tanam, masa panen, dan sebagainya.
d. Traits : bagian dari traits complex, seprti pengolahan sawah terdapat, alat bajak, garu, cangkul, sabit, dan sebagainya.
e. Items : bagian dari traits, bajak terdiri dari mata bajak, tangkai bajak, hewan penarik bajak, kendali dan sebagainya.
Pengelompokan Linton terhadap kebudayaan tersusun secara hirakhris, mulai dari kebudayaan universal, sampai items kebudayaan. Cultural Universal merupakan hasil dari fikiran, gagasan, ide manusia, yang bersumber dari akal. Sifat pikiran manusia itu cenderung idealis, sehingga ada pikiran manusia yang bersifat aplikatif dan bersifat teoritis. Pikiran dan gagasan yang bersifat aplikatif membentuk budaya material dan pikiran manusia yang bersifat teoritis menghasilkan budaya spiritual.
Pembagian kebudayaan Linton di atas hanya sekedar untuk mempermudah analisis dari suatu kebudayaan penyelidikan, sehingga diperoleh informasi yang lebih jelas. Sedangkan untuk menggolongkan kebudayaan secara objektif dan sistematis sangatlah sulit. Dari pengelompokan Linton di atas, secara umum terdapat komponen-komponen kebudayaan antara lain :
a. Alam pikiran ideologis dan religius
b. Bahasa
c. Hubungan sosial
d. Hidup berekonomi
e. Ilmu pengetahuan dan teknologi
f. Kesenian
g. Politik dan pemerintahan
h. Pewarisan kebudayaan

2.2 Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan
Memperbincangkan ruang lingkup sosiologi bisa ditinjau dari dua pendekatan. Pertama, pendekatan tujuan sosiologi pendidikan dan kedua pendekatan pemakaian istilah/pengertian sosiologi pendidikan. Secara logis, sebenarnya rumusan tujuan sosiologi pendidikan berdasarkan hakikat dari sosiologi pendidikan itu sendiri. Karena cakupan sosiologi terlalu luas, tidak terlalu salah apabila digunakan dua pendekatan tersebut .
Pendekatan pertama, ruang lingkup berdasarkan tujuan sosiologi pendidikan, sehingga dapat disusun sebagai berikut :
1. Sosiologi untuk guru, meliputi :
a. Sifat menusia dan tata sosial
b. Impak kelompok-kelompok sosial terhadap individu
c. Strukur sosial
2. Sosiologi sekolah, meliputi :
a. Sekolah dan masyarakat
b. Sosiologi pendidikan dan aspek-aspek historisnya
c. Sekolah dan tata sosial
3. Sosiologi mengajar, meliputi :
a. Interpretasi sosiologis terhadap kehidupan sekolah
b. Hubungan guru dan murid
c. Masalah-masalah organisasi sekolah
Kemudian pokok-pokok pikiran sosiologi di atas dikembangkan guna memenuhi tujuan sosiologi pendidikan, maka ruang lingkupnya mencakup :
1. Pengantar, meliputi :
a. Konsep dasar sosiologi
b. Strukutur sosial
c. Fungsi dan pengendalian sosial
d. Perubahan sosial
e. Taksonomi ahli sosiologi
f. Macam-macam kelompok dan sistem sosial
g. Hasil penelitian sosial
2. Pembahasan, meliputi :
a. Institusi masyarakat
b. Sosiologi dan kurikulum
c. Pendidikan bagi kebudayaan
d. Proses belajar mengajar di kelas menurut kacamata sosiologis
e. Kedisiplinan dan tata aturan
f. Guru dan masyarakat
g. Sosiologi dan nilai
Pendekatan kedua, ruang lingkup sosiologi pendidikan berdasarkan pada pengertian/istilah sosiologi pendidikan. Sosiologi pendidikan merupakan terjemahan dari istilah-istilah disiplin ilmu social dan pendidikan yang berkembang di Barat. Ada beberapa istilah yang pernah dipakai dalam sosiologi pendidikan antara lain :
1. Social foundation of education (yayasan social pendidikan)
2. Educational sociology (sosiologi pendidikan)
3. Social education (pendidikan sosiologi)
4. School and society (social dan pendidikan)
5. Community relation (relasi komunikasi)
Di Indonesia memakai sosiologi pendidikan sebagai terjemahan dari Educational sociology. Pemakaian istilah ini ternyata mempunyai konsekuensi logis terhadap ruang lingkup sosiologi pendidikan. Menurut ST.Vembriarto ada tiga kelompok pandangan para ahli dalam merumuskan kajian sosiologi pendidikan. Pertama, golongan yang terlalu menitikberatkan pandangan pendidikan daripada pandangan sosialnya. Kedua, golongan yang menitikberatkan pada teori belaka. Oleh karena itu penyelidikan dan pengembangan sosiologi pendidikan berpusat pada masalah-masalah sebagai berikut :
1. Pendidikan ditinjau dari sudut social yang bersifat umum.
2. Masalah proses sosialisasi anak.
3. Kehidupan atau kebudayaan sekolah.
4. Pendidikan ditinjau dari sudut hubungan pribadi.
S. Nasution mempunyai rumusan lain untuk menyusun ruang lingkup sosiologi pendidikan. Menurutnya masalah-masalah yang diselidiki dalam sosiologi pendidikan meliputi pokok-pokok masalah berikut :
1. Hubungan system pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat meliputi :
a. Fungsi pendidikan dalam kebudayaan
b. Hubungan dengan system pendidikan dengan proses control social dan system kekuasaan
c. Fungsi system pendidikan dalam proses perubahan social dan cultural. Atau usaha mempertahankan status quo.
d. Hubungan pendidikan dengan system tingkat/status social
e. Fungsi system pendidikan formal bertalian dengan kelompok rasial, cultural dan sebagainya.
2. Hubungan antar manusia dalam sekolah, meliputi :
a. Hakikat kebudayaan sekolah, sejauh mana ada perbedaan dengan kebudayaan di luar sekolah.
b. Pola interaksi social atau struktur masyarakat sekolah
- Kepemimpinan dan hubungan kekuasaan
- Stratifikasi social
- Pola interaksi formal
3. Pengaruh sekolah terhadap kelakuan dan kepribadian semua pihak di sekolah meliputi :
a. Peranan social guru
b. Hakikat kepribadian guru
c. Pengaruh kepribadian guru terhadap kelakuan anak
d. Fungsi sekolah dalam sosialisasi murid
4. Sekolah dalam masyarakat meliputi :
a. Pengaruh masyarakat atas organisasi sekolah
b. Analisis proses pendidikan yang terdapat dalam system-sistem social dalam masyarakat luar sekolah
c.Hubungan antara sekolah dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan
d. factor-faktor demografi dan ekologi dalam masyarakat yang bertalian dengan organisasi sekolah.
Dari berbagai ruang lingkup soisologi pendidikan di atas, mana yang dianggap penting, benar, dan harus diterapkan dalam menyusun ruang lingkup sosiologi pendidikan. Kita perlu bersyukur bahwa para tokoh sosiologi pendidikan telah memberikan sumbangan yang besar terhadap sosiologi pendidikan. Paparan ruang lingkup sosiologi pendidikan di atas mengajak kepada kita untuk menganalisis secara kritis. Salah satu standar analisisnya adalah sejauh mana kita sendiri memerlukan dan membutuhkan sosiologi pendidikan ?
Dalam pengembangan pendidikan yang lebih prospektif. Sosiologi pendidikan sangat dibutuhkan oleh lembaga pendidikan. Berdasarkan kurikulum pendidikan, sosiokogi pendidikan adalah, salah satu mata kuliah yang diberikan selama menempuh jenjang pendidikan. Dengan demikian, maka sosiologi pendidikan dalam kurikulum telah mempunyai tujuan kurikuler yang disebut dengan standar kompetensi. Dalam menyusun ruang lingkup sosiologi pendidikan tidak boleh terlepas dari tujuan sosiologi pendidikan adalah; agar mahasiswa mengerti, memahami dan mengaplikasikanseluruh konsep, teori, dan aplikasi sosiologi pendidikan untuk dapat mengembangkan pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan. Berdasarkan tujuan sosiologi pendidikan tersebut, maka ruang lingkup sosiologi pendidikan mencakup :
1. Konsep dasar sosiologi pendidikan
2. Tujuan, pendekatan, dan signifikan sosiologi pendidikan
3. Sejarah dan tokoh sosiologi pendidikan
4. Teori sosiologi pendidikan.
5. Pengembangan social peserta didik
6. Sosiologi bagi guru
7. Sekolah dan masyarakat
8. Sekolah dan tata social
9. Sosialisasi di sekolah, keluarga dan masyarakat
10. Hubungan guru, murid dan masyarakat
11. Organisasi sekolah
12. Sosiologi dan kurikulum
13. Proses belajar mengajar dari sudut sosiologi
14. Kebudayaan sekolah, masyarakat dan keluarga
15. Pola interaksi sekolah, keluarga dan masyarakat
16. Pengaruh sekolah terhadap masyarakat
17. Institusi masyarakat
18. Pendidikan multi cultural

Minggu, 27 Maret 2011

Peranan Guru Agama Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama di Sekolah Umum

A. Latar Belakang Masalah

Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di mesjid, surau/musalla, di rumah dan sebagainya.[1]

Guru adalah figur manusia yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia pendidikan, figur guru mesti dilibatkan dalam agenda pembicaraan terutama yang menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah. Hal itu tidak dapat disangkal, karena lembaga pendidikan formal adalah dunia kehidupan guru. Sebagian besar waktu guru ada di sekolah, sisanya ada di rumah dan masyarakat.

Guru sebagai figur sentral dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses belajar mengajar. Sehubungan dengan ini, setiap guru sangat diharapkan memiliki karakteristik (ciri khas) kepribadian yang ideal sesuai dengan persyaratan yang bersifat psikologis-pedagogis. [2]

Peran guru adalah ganda, disamping ia sebagai pengajar sekaligus sebagai pendidik. Dalam rangka mengembangkan tugas atau peran gandanya maka oleh Zakiah Daradjah disarankan agar guru memiliki persyaratan kepribadian sebagai guru yaitu:

Suka bekerja keras, demokratis, penyayang, menghargai kepribadian peserta didik, sabar, memiliki pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman yang bermacam-macam, perawakan menyenangkan dan berkelakuan baik, adil dan tidak memihak, toleransi, mantap dan stabil, ada perhatian terhadap persoalan peserta didik, lincah, mampu memuji, perbuatan baik dan menghargai peserta didik, cukup dalam pengajaran, mampu memimpin secara baik.[3]

Untuk tercapainya tujuan tersebut, maka guru memegang peranan penting. Oleh sebab itu guru di sekolah tidak hanya sekedar mentransferkan sejumlah ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya, tetapi lebih dari itu terutama dalam membina sikap dan ketrampilan mereka. Untuk membina sikap murid di sekolah, dari sekian banyak guru bidang studi, guru bidang studi agamalah yang sangat menentukan, sebab pendidikan agama sangat menentukan dalam hal pembinaan sikap siswa karena bidang studi agama banyak membahas tentang pembinaan sikap, yaitu mengenai aqidah dan akhlakul karimah.

Tugas guru tidak terbatas pada memberikan informasi kepada murid namun tugas guru lebih konprehensif dari itu. Selain mengajar dan membekali murid dengan pengetahuan, guru juga harus menyiapkan mereka agar mandiri dan memberdayakan bakat murid di berbagai bidang, mendisiplinkan moral mereka, membimbing hasrat dan menanamkan kebajikan dalam jiwa mereka. Guru harus menunjukkan semangat persaudaraan kepada murid serta membimbing mereka pada jalan kebenaran agar mereka tidak melakukan perbuatan yang menyimpang dari ajaran agama.

Seperti yang di jelaskan oleh Zakiah Daradjah bahwa:

Pendidikan agama dalam sekolah sangat penting untuk pembinaan dan penyempurnaan pertumbuhan kepribadian anak didik, karena pendidikan agama mempunyai dua aspek terpenting. Aspek pertama dari pendidikan agama adalah yang ditujukan kepada jiwa atau pembentukan kepribadian. Anak didik diberikan kesadaran kepada adanya Tuhan lalu dibiasakan melakukan perintah-perintah Tuhan dan meninggalkan larangan Nya. Dalam hal ini anak didik dibimbing agar terbiasa berbuat yang baik, yang sesuai dengan ajaran agama. Aspek kedua dari pendidikan agama adalah yang ditujukan kepada pikiran yaitu pengajaran agama itu sendiri. Kepercayaan kepada Tuhan tidak akan sempurna bila isi dari ajaran-ajaran Tuhan tidak diketahui betul-betul. Anak didik harus ditunjukkan apa yang disuruh, apa yang dilarang, apa yang dibolehkan, apa yang dianjurkan melakukannya dan apa yang dianjurkan meninggalkannya menurut ajaran agama.[4]

Dari kutipan dan uraian diatas menunjukkan bahwa pendidikan agama mutlak diperlukan di sekolah apalagi di sekolah umum. Oleh sebab itu guru yang mengajar pelajaran agama sangat bertanggung jawab dalam pembinaan sikap mental dan kepribadian anak didiknya. Guru agama harus mampu menanam nilai-nilai agama kepada setiap siswa dengan berbagai cara. Akan tetapi tujuan itu tidak akan tercapai apabila tidak ada kerjasama dengan semua pihak terutama dengan sesama guru dan antara guru dengan orang tua siswa. Sebab pendidikan agama dapat terbina apabila adanya kesinambungan atau keterpaduan antara pembinaan orang tua didalam keluarga, masyarakat dan guru di sekolah.

Demikian juga dengan guru agama di SMP Negeri Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie dalam membina sikap mental dan kepribadian anak didiknya tidak terlepas dari peran guru di sekolah, orang tua di rumah dan masyarakat di lingkungannya. Akan tetapi pada kenyataannya sekarang masih banyak diantara siswa yang ada di SMP Negeri Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie yang bertingkah laku kurang baik diantara mereka dalam bergaul sesama temannya atau pun dalam berbicara dengan orang tua, konon lagi dengan anggota masyarakat.

Melalui peranannya sebagai pendidik guru diharapkan mampu mendorong siswa untuk senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan melalui bermacam-macam sumber dan media. Guru hendaknya mampu membantu setiap siswa untuk secara efektif dapat mempergunakan berbagai kesempatan belajar dari berbagai sumber serta media belajar.

Kegiatan siswa dalam bersikap dan bertingkah laku yang baik di sekolah karena kurangnya pengetahuan siswa tentang budi pekerti. Oleh karena itu perlu penambahan jam dan mata pelajaran agama di SMP Negeri Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie, seperti mata pelajaran akidah akhlak, fiqh dan Al-Qur’an hadits. Selain itu juga faktor guru sangat mendukung dalam mendidik prilaku siswa. Jika seorang guru agama itu bertingkah laku yang baik maka siswanya juga akan mencontoh prilaku tersebut atau sebaliknya. Karena seorang guru adalah suri tauladan bagi siswanya.

Dari latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan suatu permasalahan sebagai berikut :

1. Apa saja kegiatan guru agama dalam meningkatkan mutu pendidikan agama di SMP Negeri Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie?
2. Apa saja hambatan guru agama dalam meningkatkan mutu pendidikan agama di SMP Negeri Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie?

Untuk mengetahui jawaban dari permasalahan diatas, penulis mengadakan suatu penelitian dengan judul : “Peranan Guru Agama Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama di Sekolah Umum” (Studi Kasus SMP Negeri Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie).

B. Penjelasan Istilah

Setiap penelitian menimbulkan bermacam-macam pengertian dan penafsiran, begitu pula istilah yang terdapat dalam skripsi ini yang berjudul “Peranan Guru Agama dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama di Sekolah Umum”, oleh karena itu untuk mencegah kesimpangsiuran pengertian serta pemahaman dari pembaca, maka penulis merasa perlu menjelaskan istilah-istilah sebagai berikut.

a. Peranan

Peranan artinya: “Suatu bagian memegang pimpinan yang terutama ( terjadinya suatu hal atau peristiwa)” misalnya tenaga ahli dan buruh yang memegang peranan penting dalam pembangunan negara”.[5]

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa peranan merupakan “seperangkat tingkat yang diharapkan untuk dimiliki oleh seseorang yang berkedudukan dalam masyarakat atau yang merupakan bagian utama yang harus dilakukan”.[6]

Adapun peranan yang penulis maksud dalam skripsi ini adalah peran atau keikutsertaan guru agama dalam membina sikap atau tingkah laku siswanya, ketingkat yang lebih baik dan sempurna. Dengan kata lain diartikan bahwa pengertian peranan adalah peran serta atau usaha guru agama dalam mendidik, membina, membimbing serta mengarahkan siswa kepada yang lebih baik dan sempurna.

b. Guru Agama

Guru agama adalah: seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain atau orang yang dicontoh dan ditiru, artinya dicontoh perkataannya dan ditiru perbuataannya.

Adapun guru agama yang penulis maksud dalam pembahasan ini yaitu seseorang yang berprofesi sebagai pengajar sub bidang studi agama Islam di SMP Negeri Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie dan menjadi contoh teladan bagi muridnya.

c. Pendidikan Agama

Pendidikan agama yang dimaksud disini adalah pendidikan agama Islam, yang pengertiannya sebagai mana dirumuskan oleh: Ahmad D.Marimba: yaitu “Bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum ajaran Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam“.[7]

Kemudian Abdurrahman Saleh menyatakan pendidikan Islam adalah “sebagai usaha berupa bimbingan dan usaha terhadap anak didik/murid agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam, serta dapat menjadikannya sebagai jalan kehidupan“.[8]

Dengan mengutip dari beberapa pendapat para tokoh pendidikan tersebut, penulis dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa pendidikan agama adalah suatu proses pembinaan dan pengajaran yang dilaksanakan dalam segala segi, yang dapat membimbing dan mengarahkan seseorang menjadi manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berpegang teguh terhadap ajaran agama Allah, yaitu agama Islam.

d. Sekolah Umum

Sekolah merupakan “suatu lembaga yang terdapat dalam masyarakat yang sungguh-sungguh melibatkan orang untuk mengamatinya”.[9]

Sekolah Umum artinya: suatu lembaga belajar dan memberi pelajaran atau tempat pertemuan dan usaha untuk menuntut kepandaian atau ilmu pengetahuan ketika murid diberi pelajaran.

Adapun sekolah umum yang penulis maksud dalam pembahasan ini adalah: suatu lembaga pendidikan yang berada dibawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) seperti SD, SMP dan SMU atau sekolah umum lainnya yang sederajat khususnya di SMP Negeri Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie.

e. SMP Negeri

SMP (Sekolah Menengah Pertama) Negeri merupakan suatu Lembaga Pendidikan formal yang dikelola atau dibawah tanggung jawab Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Dan juga sebagai lembaga pendidikan lanjutan dari sekolah dasar dan mempersiapkan siswanya untuk pendidikan yang lebih tinggi.

SMP Negeri yang penulis maksud dalam pembahasan ini adalah SMP Negeri yang ada di Kabupaten Pidie dan terletak di Kecamatan Sakti, yang terdiri dari empat SMP Negeri yaitu, SMP Negeri I Kota Bakti, SMP Negeri 2 Lingkok, SMP Negeri 3 Kota Bakti, dan SMP Negeri 4 Cot Radi.

f. Kecamatan Sakti

Kecamatan Sakti merupakan salah satu kecamatan yang terdapat ditengah-tengah kabupaten Pidie Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan pusat kecamatannya di Kota Bakti. kecamatan Sakti berbatasan dengan: sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Mutiara, sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Mila, sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Mutiara, dan sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Keumala.

g. Kabupaten Pidie

Pidie atau kabupaten Pidie adalah salah satu daerah pemerintahan tingkat II yang termasuk bagian dari Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan yang dikepalai oleh seorang Bupati, dengan Ibu Kotanya Sigli.

C. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan dalam tindakan yang dilakukan manusia mempunyai tujuan tertentu, begitu pula halnya dengan penelitian ini mempunyai tujuan tersendiri, adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apa saja usaha guru agama dalam meningkatkan mutu pendidikan agama di SMP Negeri Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie.
2. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang dialami guru agama dalam meningkatkan mutu pendidikan agama di SMP Negeri Kecamatan Sakti Kebupaten Pidie.

D. Postulat dan Hipotesis

“Postulat” adalah suatu yang menjadi tumpuan pandangan dan segala kegiatan terhadap masalah yang dihadapi. Postulat ini menjadi titik pangkal, titik mana tidak lagi menjadi keraguan bagi penyelidik. Adapun yang menjadi postulat (anggapan dasar) dalam penelitian ini adalah ” Pendidikan agama merupakan kebutuhan dalam kehidupan manusia untuk mencapai kebahagian dunia-akhirat, dan mengarahkan seseorang menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah”. Sedangkan hipotesa adalah dugaan sementara terhadap suatu masalah, yang kebenarannya perlu dibuktikan melalui suatu penelitian, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dalam meningkatkan mutu pendidikan agama di SMP Negeri Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie guru selalu mengadakan evaluasi pada akhir pembelajaran serta guru selalu memberi bimbingan dan arahan pada setiap siswa.
2. Hambatan yang dialami guru agama dalam meningkatkan mutu pendidikan agama di SMP Negeri Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie adalah keterbatasan sarana dan prasarana serta kurangnya minat belajar dari siswa.

E. Populasi dan Sampel

Yang dimaksud dengan populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan objek yang berhubungan dengan masalah penelitian. Sedangkan yang dimaksud dengan sampel adalah sebahagian yang diambil dari populasi sebagai bahan objek penelitian.[10]

Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh SMP Negeri yang ada di Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie yang terdiri dari empat SMP Negeri, yaitu SMP Negeri 1 Kota Bakti, SMP Negeri 2 Lingkok, SMP Negeri 3 Kota Bakti dan SMP Negeri 4 Cot Radi.

Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas IIa dari SMP Negeri 1 Kecamatan Sakti dengan jumlah siswa 48 orang. Dipilih kelas IIa sebagai sampel dari lima ruang yang ada di SMP Negeri I Kecamatan Sakti karena nilai rata-rata mata pelajaran agama lebih menonjol. Alasan mengapa dipilih kelas II, karena mereka dianggap sudah lebih setahun menerima materi pelajaran sehingga lebih matang dibanding kelas I. dan alasan tidak dipilih kelas III sebagai subjek penelitian karena dikhawatirkan dapat mengganggu proses belajar yang sedang ditekuni disebabkan mereka akan menempuh ujian akhir.

F. Metode Penelitian

Setiap penulisan karya ilmiah memerlukan bermacam-macam metode. Metode yang penulis gunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah metode “ Deskriptif Analisis“, yaitu pembahasan yang bertujuan untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan data, menyusun, mengklarifikasikan dan menganalisa.[11]

1. Tehnik Pengumpulan Data

Sedangkan pengumpulan data ditempuh dengan metode sebagai berikut:

1. Library Research (penelitian kepustakaan)

Penelitian ini penulis tempuh dengan jalan penalaahan sejumlah buku, artikel atau karya ilmiah lain yang berhubungan dengan pembahasan skripsi.

2. Field Research (penelitian lapangan)

Penelitian lapangan dilakukan yaitu pengumpulan data di lapangan (lokasi penelitian). Adapun teknik atau alat pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi yaitu pengamatan langsung untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang objek penelitian, penulis mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian itu. Adapun yang akan menjadi sasaran dalam observasi adalah lingkungan sekolah termasuk didalamnya antara lain sarana ibadah, perpustakaan, kebersihan serta aktivitas di sekolah yang berhubungan dengan peranan guru agama.

1. Angket

Angket adalah sejenis alat dengan jalan mengajukan pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu secara tertulis dan responden menjawabnya langsung pada kertas tersebut.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan angket terbuka alasannya untuk mencegah kemungkinan yang tidak terduga oleh responden, dalam hal ini penulis menyediakan ruangan kosong atau titik-titik untuk diisi pendapat responden yang tidak sesuai dengan kemungkinan jawaban yang penulis sediakan. Angket ini akan disebarkan kepada siswa dan wali murid.

b . Wawancara

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan kepala sekolah, guru agama dan wali murid yang ada di SMP Negeri Kecamatan Sakti. Hal yang di wawancarai menyangkut dengan proses belajar mengajar sub bidang studi pendidikan agama, serta hal-hal yang berkaitan dengan peranan guru agama dalam meningkatkan mutu pendidikan agama.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh Tahun 2002“. Sementara pedoman penterjemahan ayat-ayat Al-Qur’an penulis gunakan Al-Qur’an dan Terjemahan yang diterbitkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia tahun 2004.