Kamis, 23 Juni 2011

Pendidikan di Era Postmodern

Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya; rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Karena itu, pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.
Sejalan dengan itu, pendidikan pada hakekatnya adalah suatu proses manusia atau peserta didik secara sadar, manusiawi yang terus-menerus agar dapat hidup dan berkembang sebagai manusia yang sadar akan kemanusiannya. Demikian pula kesadaran serta kemampuan melaksanakan tugas dan fungsi kehidupan yang diembannya dengan penuh tanggung jawab.
Pendidikan Islam sebagai salah satu sub sistem pendidikan nasional dari sejak dulu secara telaten dan serius melalui lembaga pendidikan formal, non formal dan informal, telah membina dan mencetak sumber daya insani yang handal dan profesional dibidangnya masing-masing menjadi kader dan pemimpin bangsa. Bahwa kesadaran dan komitmen moral bangsa kita yang mayoritas beragama Islam cukup mendalam, memahami reaktualisasi pendidikan pada umumnya dan pendidikan Islam khususnya sebagai salah satuupaya yang optimal untuk memberdayakan dan meningkatkan taraf kualitas kehidupan mereka dalam berbagai aspek kehidupan pada satu sisi, serta pada sisi yang lain upaya dengan jalur pendidikan tersebut menjadi sarana bagi mereka untuk memberantas penyakit 4 K (kemiskinan, kemelaratan, kebodohan, dan ketakberdayaan) yang mereka alami selama ini. Dengan kata lain, bahwa melalui jalur pendidikan mereka akan terbebas dan tercerahkan dari berbagai macam belenggu kehidupan.
Memasuki abad XXI di millennium ketiga ini yang digambarkan oleh banyak ahli dan pakar untuk jauh ke depan diprediksi sebagai era postmodernisme yang inti pokok alur pemikirannya adalah menentang segala hal yang berbau kemutlakan dan baku, menolak dan menghindari suatu sistematika uraian atau pemecahan masalah yang sederhana dan sistematis, serta memanfaatkan nilai-nilai yang berasal dari berbagai aneka ragam sumber.
Terlepas dari suka ataukah tidak, sadar ataukah tidak, kita semua akan memasuki era dan kancah arus pemikiran spektakuler yang telah merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan manusia di bidang sosial, ekonomi, budaya, politik, dan lain-lain sebagai dampak dan pengaruh globalisasi. Sebagaimana halnya dengan globalisasi tersebut, arus pemikiran postmodernisme juga sekaligus membawa sisi-sisi positif dan negatifnya. Masalahnya sekarang adalah apakah umat Islam akan keciprat dan tenggelam dalam arus negatifnya, menjadi victim atau korban, ataukah sebaliknya akan menjadi pengendali dan pengambil manfaat yang sebesar-besarnya.
Demikian pula halnya dalam konteks term civil society yang mengandung makna sebuah masyarakat madani. Adalah sebuah lontaran pemikiran dari barat yang bersifat setali tiga uang, atau serupa tapi tak sama. Terlepas dari pro dan kontra, penulis tetap memakai ungkapan tersebut, ittiba’ kepada pakar muslim yang cenderung menyamakan makna civil society dengan masyarakat sipil atau masyarakat madani (masyarakat kota yang berperadaban) lawan dari masyarakat nomad dan badwi (masyarakat yang tetap, statis).
Permasalahan pendidikan dalam menggeluti postmodernisme adalah, bahwasanya peran dan tugas pendidikan dalam erapostmodernisme yang bersifat antisipasi, preventif-protectif, dan rehabilitasi terhadap masalah-masalah kompleks yang timbul dalam konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang canggih, misalnya; pola budaya individualistis, hedonistis, konsumeristis, permissive (serba boleh) dan bahkan chauvinistis (menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan).
Di bidang sosial-kemasyarakatan, bermunculan masalah yang bersifat krusialdilematis, seperti semakin berkembangnya jurang pemisah yang semakin dalam antara yang kaya dengan yang miskin, antara kaum terdidik dan yang terbelakang yang bekerja secara profesional dengan kemampuan SDM yang tinggi dengan kelompok kerja, namun masih amatiran dan bahkan dalam jumlah yang besar masih berada dalam taraf pengangguran (unemployment).
Dalam masyarakat yang serba maju tersebut, seiring dengan dampak yang terjadi mengakibatkan banyak orang dan pihak lain tersisih dan terisolir dari pergaulan masyarakat luas, baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga berbagai bentuk kejahatan dan kriminalitas, pelanggaran undang-undang, peraturan serta norma etika agama akan terabaikan dan semakin merajalela. Ormas, parpol, LSM-LSM dan berbagai badan advokasi/pelayanan masyarakat lainnya yang bertugas dan berperan secara maksimal untuk meningkatkan kualitas serta memberdayakan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan tetap dihimbau dan didambakan agar semakin memantapkan peran dan fungsinya, niscaya kompleksitas permasalahan pendidikan menyongsong postmodernitas tersebut mampu direspon dan diselesaikan secara tuntas. Harapan-harapan tersebut ingin dicapai dengan pendidikan dalam menghadapi civil-society, yang pada gilirannya menunjukkan urgensinya pendidikan Islam.
Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah, bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang dominan dan bahkan yang paling terdepan dalam rangka proses pembangunan suatu bangsa. Menjadi kunci utama atau titik perhatian utama bagi setiap komponen masyarakat yang berkompoten terhadap pendidikan tersebut. Untuk lebih proaktif melakukan langkah-langkah dan upaya strategis pendidikan di masa depan, baik melalui jalan formal, non-formal maupun in-formal.
Dengan melalui jalur pendidikan tersebut akan tercipta sumber daya manusia (SDM) yang kualifaid dan berwawasan luas, sehingga mereka mampu mengisi setiap lowongan pekerjaan yang tersedia sesuai dengan bidang atau jurusan mereka masin-gmasing. Dalam hal ini, tugas dan peranan pendidikan adalah amat sulit dan kompleks. Walaupun demikian, langkah-langkah tersebut harus ditunaikan dengan secara maksimal. Pada satu sisi, pendidikan harus mampu mempersiapkan sumber daya manusia seperti yang dikriteriakan di atas, yakni memiliki kualifikasi, berwawasan luas dan profesional di bidangnya masing-masing. Namun pada sisi yang lain, pendidikan juga harus mampu membenahi diri secara internal (ke dalam). Misalnya institusi kelembagaan, manajemen modern, kompetensi dan sebagainya.
Hal tersebut di atas, merupakan harapan-harapan yang ingin dicapai dengan pendidikan menghadapi civil society sebagai sebuah gambaran masyarakat yang memiliki tingkat peradaban dan kemajuan yang amat maju di segala bidang. Pada saat yang demikian itu pula, maka pendidikan Islam berada pada posisi terdepan dan amat strategis, yakni memberikan sumbangsih pendidikan yang bermuatan dan bernuansa etik, moral, mental-spritualitas keagamaan bagi bangsa kita. Oleh karena itu pula, maka menurut hemat penulis, penelitian ini amat urgen untuk dilakukan.